LAPORAN
PENDAHULUAN
PERUBAHAN
DAN ASKEP GERONTIK DENGAN GANGGUAN SPRITUAL
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas
Departemen Keperawatan Komunitas Keluarga dan
Gerontik
Program Profesi Ners A.XV
![](file:///C:\Users\acer\AppData\Local\Temp\msohtmlclip1\01\clip_image002.png)
Oleh
:
RISNAWATI,
S. Kep
NIM :4012200021
DEPARTEMEN
KEPERAWATAN GERONTIK
PROGRAM
PROFESI NERS
STIKes
BINA PUTERA BANJAR
2020
1.
Pengertian
Lansia
adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas. Menua bukanlah
suatu penyakit, tetapi merupakan proses yang beragsur – angsur mengakibatkan
perubahan kumulatif, merupakan proses menurunya daya tahan tubuh dalam
menghadapi rangsangan dari dalam menghadapi rangsangan dari dalam dan luar
tubuh, seperti dalam UUD 1945 telah menghasilkan kondisi sosial masyarakat yang
makin membaik dan usia harapan hidup makin meningkat, sehingga jumlah lanjut
usia semakin bertambah.
Banyak
diantara lanjut usia yang masih produktif dan mampu berperan aktif dalam
kehidupan bermasyarakat berbangsa dan bernegara. Upaya peningkatan kesejahteraan
sosial lanjut usia pada hakikatnya merupakan pelestarian nilai – nilai
keagamaan dan budaya bangsa
Menua
atau menjadi tua adalah suatu keadaan yang terjadi di dalam kehidupan manusia.
Proses menua merupakan proses sepanjang hidup tidak hanya mulai dari suatu
waktu tertentu tetapi di mulai sejak permulaan kehidupan. Menjadi tua merupakan
proses almiah yang berarti seseorang telah melalui tiga tahap kehidupan, yaitu
anak, dewasa dan tua
muda.
2. Batasan
Lansia
WHO
dalam Kunaifi (2009) membagi lansia menurut usia ke dalam empat kategori,
yaitu:
1.
Usia pertengahan (middle age) : 45-59 tahun
2.
Lansia (elderly) : 60-74 tahun
3.
Usia tua (old) : 75-89 tahun
4.
Usia sangat lanjut (very old) : lebih dari 90 tahun
3.
Teori
Penuaan
Ada
empat teori pokok dari penuaan menurut Klatz dan Goldman, (2007), yaitu:
1.
Teori Wear and Tear
Tubuh
dan sel mengalami kerusakan karena telah banyak digunakan (overuse) dan
disalahgunakan (abuse).
2.
Teori Neuroendokrin
Teori
ini berdasarkan peranan berbagai hormon bagi fungsi organ tubuh yaitu dimana
hormon yang dikeluarkan oleh beberapa organ yang dikendalikan oleh hipotalamus
telah menurun.
3.
Teori Kontrol Genetik
Teori
ini fokus pada genetik memprogram genetik DNA, dimana kita dilahirkan dengan
kode genetik yang unik, dimana penuaan dan usia hidup kita telah ditentukan
secara genetik.
4.
Teori Radikal Bebas
Teori
ini menjelaskan bahwa suatu organisme menjadi tua karena terjadi akumulasi
kerusakan oleh radikal bebas dalam sel sepanjang waktu. Radikal bebas sendiri
merupakan suatu molekul yang memiliki elektron yang tidak berpasangan. Radikal
bebas memiliki sifat reaktivitas tinggi, karena kecenderungan menarik elektron
dan dapat mengubah suatu molekul menjadi suatu radikal oleh karena hilangnya
atau bertambahnya satu elektron pada molekul lain.
4.
Tahapan
Proses Penuaan
Proses
penuaan dapat berlangsung melalui tiga tahap sebagai berikut (Pangkahila,
2007):
1.
Tahap Subklinik (usia 25-35 tahun)
Pada
tahap ini, sebagian besar hormon di dalam tubuh mulai menurun, yaitu hormon
testosteron, growth hormon dan hormon estrogen. Pembentukan radikal bebas dapat
merusak sel dan DNA mulai mempengaruhi tubuh. Kerusakan ini biasanya tidak
tampak dari luar, karena itu pada usia ini dianggap usia muda dan normal.
2.
Tahap Transisi (usia 35-45 tahun)
Pada
tahap ini kadar hormon menurun sampai 25%. Massa otot berkurang sebanyak satu
kilogram tiap tahunnya. Pada tahap ini orang mulai merasa tidak muda lagi dan
tampak lebih tua. Kerusakan oleh radikal bebas mulai merusak ekspresi genetik
yang dapat mengakibatkan penyakit seperti kanker, radang sendi, berkurangnya
memori, penyakit jantung koroner dan diabetes.
3.
Tahap Klinik (usia 45 tahun
ke
atas)
Pada
tahap ini penurunan kadar hormone terus berlanjut yang meliputi DHEA,
melatonin, growth hormon, testosteron, estrogen dan juga hormon tiroid.
Terjadi penurunan bahkan hilangnya kemampuan penyerapan bahan makanan, vitamin
dan mineral. Penyakit kronis menjadi lebih nyata, sistem organ tubuh mulai
mengalami kegagalan
5.
Perubahan
Fisik dan Psikososial pada Lansia
1)
Perubahan Fisik pada Lansia
Menurut
Maryam (2008), perubahan-perubahan fisik yang terjadi pada lanjut usia adalah :
1.
Sel
Perubahan
sel pada lanjut usia meliputi: terjadinya penurunan jumlah sel, terjadi
perubahan ukuran sel, berkurangnya jumlah cairan dalam tubuh dan berkurangnya
cairan intra seluler, menurunnya proporsi protein di otak, otot, ginjal, darah,
dan hati, penurunan jumlah sel pada otak, terganggunya mekanisme perbaikan sel,
serta otak menjadi atrofis beratnya berkurang 5-10%.
2.
Sistem Persyarafan
Perubahan
persyarafan meliputi : berat otak yang menurun 10-20% (setiap orang berkurang
sel syaraf otaknya dalam setiap harinya), cepat menurunnya hubungan
persyarafan, lambat dalam respon dan waktu untuk bereaksi khususnya dengan
stress, mengecilnya syaraf panca indra, berkurangnya penglihatan, hilangnya
pendengaran, mengecilnya syaraf
penciuman
dan perasa lebih sensitif terhadap perubahan suhu dengan ketahanan terhadap
sentuhan, serta kurang sensitif terhadap sentuan.
3.
Sistem Pendengaran
Perubahan
pada sistem pendengaran meliputi: terjadinya presbiakusis (gangguan dalam
pendengaran) yaitu gangguan dalam pendengaran pada telinga dalam terutama
terhadap bunyi suara, nada-nada yang tinggi, suara yang tidak jelas, sulit
mengerti kata-kta,50% terjadi pada umur diatas 65 tahun. Terjadinya
otosklerosis akibat atropi membran timpani. Terjadinya pengumpulan serumen
dapat mengeras karena meningkatnya keratinin. Terjadinya perubahan penurunan
pendengaran pada lansia yang mengalami ketegangan jiwa atau stress.
4.
Sistem Penglihatan
Perubahan
pada sistem penglihatan meliputi: timbulnya sklerosis dan hilangnya respon
terhadap sinar, kornea lebih berbentuk sferis (bola), terjadi kekeruhan pada
lensa yang menyebabkan katarak, meningkatnya ambang, pengamatan sinar, daya
adaptasi terhadap kegelapan lebih lambat dan susah melihat pada cahaya gelap,
hilangnya daya akomodasi, menurunnya lapang pandang, serta menurunnya daya
untuk membedakanwarna biru atau hijau. Pada mata bagian dalam, perubahan yang
terjadi adalah ukuran pupil menurun dan reaksi terhadap cahaya berkurang dan
juga terhadap akomodasi, lensa menguning dan berangsur-angsur menjadi lebih
buram mengakibatkan katarak, sehingga memengaruhi kemampuan untuk menerima dan
membedakan warna-warna. Kadang warna gelap seperti coklat, hitam, dan marun
tampak sama. Pandangan dalam area yang suram dan adaptasi terhadap kegelapan
berkurang (sulit melihat dalam cahaya gelap) menempatkan lansia pada risiko
cedera. Sementara cahaya menyilaukan dapat menyebabkan nyeri dan membatasi
kemampuan untuk membedakan objek-objek dengan jelas, semua hal itu dapat
mempengaruhi kemampuan fungsional para lansia sehingga dapat menyebabkan lansia
terjatuh.
5.
Sistem Kardiovaskuler
Perubahan
pada sistem kardiovaskuler meliputi: terjadinya penurunan elastisitas dinding
aorta, katup jantung menebal dan menjadi kaku, menurunnya kemampuan jantung
untuk memompa darah yang menyebabkan menurunnya kontraksi dan volumenya,
kehilangan elastisitas pembuluh darah, kurangnya efektifitas pembuluh darah
perifer untuk oksigenasi, perubahan posisi yang dapat mengakibatkan tekanan
darah menurun (dari tidur ke duduk dan dari duduk ke berdiri) yang mengakibatkan
resistensi pembuluh darah perifer
6.
Sistem Pengaturan Temperatur Tubuh
Perubahan
pada sistem pengaturan tempertur tubuh meliputi: pada pengaturan sistem tubuh,
hipotalamus dianggap bekerja sebagai thermostat, yaitu menetapkan suatu
suhu tertentu, kemunduran terjadi berbagai faktor yang mempengaruhinya,
perubahan yang sering ditemui antara lain temperatur suhu tubuh menurun
(hipotermia) secara fisiologik kurang lebih 35°C, ini akan mengakibatkan
metabolisme yang menurun. Keterbatasan refleks mengigil dan tidak dapat
memproduksi panas yang banyak sehingga terjadi rendahnya aktivitas otot
7.
Sistem Respirasi
Perubahan
sistem respirasi meliputi: otot pernapasan mengalami kelemahan akibat atropi,
aktivitas silia menurun, paru kehilangan elastisitas, berkurangnya elastisitas
bronkus, oksigen pada arteri menurun, karbon dioksida pada arteri tidak
berganti, reflek dan kemampuan batuk berkurang, sensitivitas terhadap hipoksia
dan hiperkarbia menurun, sering terjadi emfisema senilis, kemampuan pegas
dinding dada dan kekuatan otot pernapasan menurun seiring pertambahan usia.
8.
Sistem Pencernaan
Perubahan
pada sistem pecernaan, meliputi: kehilangan gigi, penyebabutama periodontal
disease yang bisa terjadi setelah umur 30 tahun, indra pengecap menurun,
hilangnya sensitivitas saraf pengecap terhadap rasa asin, asam dan pahit,
esofagus melebar, rasa lapar nenurun, asam lambung menurun, motilitas dan waktu
pengosongan lambung menurun, peristaltik 8 lemah dan biasanya timbul
konstipasi, fungsi absorpsi melemah, hati semakin mengecil dan tempat
penyimpanan menurun, aliran darah berkurang.
9.
Sistem Perkemihan
Perubahan
pada sistem perkemihan antara lain ginjal yang merupakan alat untuk
mengeluarkan sisa metabolisme tubuh melalui urine, darah masuk keginjal
disaring oleh satuan (unit) terkecil dari ginjal yang disebut nefron (tempatnya
di glomerulus), kemudian mengecil dan nefron menjadi atrofi, aliran darah ke
ginjal menurun sampai 50% sehingga fungsi tubulus berkurang, akibatnya,
kemampuan mengkonsentrasi urine menurun, berat jenis urine menurun. Otot-otot
vesika urinaria menjadi lemah, sehingga kapasitasnya menurun sampai 200 ml atau
menyebabkan buang air seni meningkat. Vesika urinaria sulit dikosongkan
sehingga terkadang menyebabkan retensi urine.
Sistem
Endokrin
Perubahan
yang terjadi pada sistem endokrin meliputi: produksi semua hormon turun,
aktivitas tiroid, BMR (basal metabolic rate), dan daya pertukaran zat
menurun. Produksi aldosteron menurun, Sekresi hormon kelamin, misalnya
progesterone, estrogen, dan testoteron menurun.
11.
Sistem Integumen
Perubahan
pada sistem integumen, meliputi: kulit mengerut atau keriput akibat kehilangan
jaringan lemak, permukaan kulit cenderung kusam, kasar, dan bersisi. Timbul
bercak pigmentasi, kulit kepala dan rambut menipis dan berwarna kelabu,
berkurangnya elestisitas akibat menurunnya cairan dan vaskularisasi, kuku jari
menjadi keras dan rapuh, jumlah dan fungsi kelenjar keringat berkurang
12.
Sistem Muskuloskeletal
Perubahan
pada sistem muskuloskeletal meliputi: tulang kehilangan densitas (cairan) dan
semakin rapuh, kekuatan dan stabilitas tulang menurun, terjadi kifosis,
gangguan gaya berjalan, tendon mengerut dan mengalami sklerosis, atrofi serabut
otot, serabut otot mengecil sehingga gerakan menjadi lamban, otot kram, dan
menjadi tremor, aliran darah keotot berkurang sejalan dengan proses menua.
Semua perubahan tersebut dapat mengakibatkan kelambanan dalam gerak, langkah
kaki yang pendek, penurunan irama. Kaki yang tidak dapat menapak dengan kuat dan
lebih cenderung gampang goyah, perlambatan reaksi mengakibatkan seorang lansia
susah atau terlambatmengantisipasi bila terjadi gangguan terpeleset,
tersandung, kejadian tiba-tiba sehingga memudahkan jatuh.
2)
Perubahan Psikososial pada Lansia
Berdasarkan
beberapa evidence based yang telah dilakukan terdapat perubahan
psikososial yang dapat terjadi pada lansia antara lain:
1.
Kesepian
Septiningsih
dan Na’imah (2012) menjelaskan dalam studinya bahwa lansia rentan sekali
mengalami kesepian. Kesepian yang dialami dapat berupa kesepian emosional,
situasional, kesepian sosial atau gabungan ketiga-tiganya. Berdasarkan
penelitian tersebut beberapa hal yang dapat memengaruhi perasaan kesepian pada
lansia diantaranya: a) merasa tidak adanya figur kasih sayang yang diterima
seperti dari suami atau istri, dan atau anaknya; b) kehilangan integrasi secara
sosial atau tidak terintegrasi dalam suatu komunikasi seperti yang dapat
diberikan oleh sekumpulan teman, atau masyarakat di lingkungan sekitar. Hal itu
disebabkan karena tidak mengikuti pertemuan-pertemuan yang dilakukan di
kompleks hidupnya; c) mengalami perubahan situasi, yaitu ditinggal wafat
pasangan hidup (suami dan atau istri), dan hidup sendirian karena anaknya tidak
tinggal satu rumah.
2.
Kecemasan MenghadapiKematian
Ermawati
dan Sudarji (2013) menyimpulkan dalam hasil penelitiannya bahwa terdapat 2 tipe
lansia memandang kematian. Tipe pertama lansia yang cemas ringan hingga sedang
dalam menghadapi kematian ternyata memiliki tingkat religiusitas yang cukup
tinggi. Sementara tipe yang kedua adalah lansia yang cemas berat menghadapi
kematian dikarenakan takut akan kematian itu sendiri, takut mati karena banyak
tujuan hidup yang belum tercapai, juga merasa cemas karena sendirian dan tidak
akan ada yang menolong saat sekarat nantinya. 10
3.
Depresi
Lansia
merupakan agregat yang cenderung depresi. Menurut Jayanti, Sedyowinarso, dan
Madyaningrum (2008) beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya depresi lansia
adalah: a) jenis kelamin, dimana angka lansia perempuan lebih tinggi terjadi
depresi dibandingkan lansia laki-laki, hal tersebut dikarenakan adanya
perbedaan hormonal, perbedaan stressor psikososial bagi wanita dan laki-laki,
serta model perilaku tentang keputusasaan yang dipelajari; b) status perkawinan,
dimana lansia yang tidak menikah/tidak pernah menikah lebih tinggi berisiko
mengalami depresi, hal tersebut dikarenakan orang lanjut usia yang berstatus
tidak kawin sering kehilangan dukungan yang cukup besar (dalam hal ini
dariorang terdekat yaitu pasangan) yang menyebabkan suatu keadaan yang tidak
menyenangkan dan kesendirian; dan c) rendahnya dukungan sosial.
Berdasarkan
konsep lansia dan proses penuaan yang telah dijabarkan, maka lansia rentan
sekali menghadapi berbagai permasalahan baik secara fisik maupun psikologis.
Kane, Ouslander, dan Abrass (1999) menjabarkan permasalahan yang sering
dihadapi lansia ke dalam 14 masalah atau yang sering disebut 14i Sindrom
Geriatri (Geriatric Syndrome). Keempat belas masalah tersebut adalah: 1)
Immobility (penurunan/ketidakmampuan mobilisasi); 2) Instability (ketidakseimbangan,
risiko jatuh); 3) Incontinence (inkontinensia urin/alvi, tidak mampu
menahan buang air kecil/besar); 4) Intelectual Impairment (penurunan
fungsi kognitif, demensia); 5) Infection (rentan mengalami infeksi); 6) Impairment
of Sensory/Vision (penurunan penglihatan, pendengaran); 7) Impaction (sulit
buang air besar); 8) Isolation (rentan depresi/stres sehingga lebih
sering menyendiri); 9) Inanition (kurang gizi); 10) Impecunity (penurunan
penghasilan); 11) Iatrogenesis (efek samping obat-obatan); 12) Insomnia
(sulit tidur); 13) Immunedeficiency (penurunan daya tahan tubu); 14)
Impotence (impotensi).
Pada
paper ini hanya akan dijelaskan satu dari empat belas masalah, yakni Impecunity
atau penurunan penghasilan
6.
Definisi
spiritualisasi dan religi
Spiritualisasi
adalah keyakinan dalam hubunganya dengan yang maha kuasa dan maha pencipta,
sebagai contoh seorang yang percaya kepada allah sebagai pencipta atau sebagai
maha kuasa, spritualisasi mengandung pengertian hubungan manusia dengan tuhanya
dengan menggunakan instrumen ( medium ) sholat, puasa, zakat, haji, doa dan dsb.
Berdasarkan
kamus religi berarti suatu sistem kepercayaan dan praktek yang berhubungan
dengan yang maha kuasa. Mendefinisikan religi sebagai suatu pencarian kebenaran
tentang cara – cara yang berhubungan dengan korban atau persembahan.
7.
Aspek
spiritualitas
Kebutuhan
spritual adalah harmonisasi dimensi kehidupan. Dimensi ini termasuk menemukan
arti, tujuan, menderita, dan kematian, kebutuhan akan harapan dan keyakinan
hidup, dan kebutuhan akan keyakinan pada diri sendiri, dan tuhan. Ada 4 aspek
spiritual sebagai berikut
-
Berhubungan dengan sesuatu yang tidak
diketahui atau ketidakpastian dalam hidup
-
Menemukan arti dan tujuan hidup
-
Menyadari kemampuan untuk menggunakan
sumber an kekuata dalam diri sendiri
-
Mempunyai peranan keterkaitan dengan
diri sendiri dan dengan yang maha tinggi
-
8.
Kesehatan
spiritual
Dicapai
ketika seseorang menemukan keseimbangan antara, nilai hidup, hasil dan system
kepercayaan, hubungan antara diri sendiri dan orang lain. Kesehatan spiritual
atau kesejahteraan spiritual adalah kebutuhan untuk mempertahankan atau
mengalihkan keyakinan dan memenuhi kewajiban agama, serta kebutuhan untuk
mendapatkan maaf atau pengampunan, mencintai, menjalin hubungan penuh rasa
percaya dengan tuhan.
Pada
saat terjadi stress, penyakit, penyembuhan, atau kehilangan, seseorang mungkin
berfikir ke cara – cara lama dalam merespons atau menyesuaikan dengan situasi.
Seringkali gaya koping ini terjadi dalam keyakinan nilai dasar orang tersebut.
Keyainan ini sering berakar dalam spiritulitas orang tersebut.
9.
Masalah
spiritual
Ketika
penyakit, kehilangan atau nyeri menyerang seseorang, kekuatan spritual dapat
membantu seseorang kearah penyembuhan atau pada perkembangan kebutuhan dan
perhatian spritual. Selama penyakit atau misalnya induvidu sering menjadi
kurang mampu untuk diri mereka dan lebih bergantung pada orang lain untuk
perawatan dan dukungan. Distress spiritual dapat berkembang sejalan dengan
seseorag mencari makna tentang apa yang sedang terjadi yang mungkin mendapati
seseorang merasa sendiri dan terisolasi dari orang lain, distress spiritual
terdiri dari :
-
Spritual yang sakit yaitu
Kesulitan menerima kehilangan dan orang
yang di cintai atau dari penderita yang berat
-
Spiritual yang khawatir
Terjadi penentangan kepercayaan sistem
nilai seperti adanya aborsi
-
Spiritual yang hilang
Adaya kesulitan dalam menemukan
ketenangan dalam keagamaan
10.
Karakteristik
spiritual
Untuk
memudahkan dalam memberikan asuhan keperawatan dengan meperhatikan kebutuhan
spritual penerimaan layanan keperawatan, maka perawat mutlak perlu memiliki kemampuan
mengidentifiasi karakteristik spiritualitas sebagai berikut :
-
Hubungan dengan diri sendiri kekuatan
dalam atau selfreliance
-
Hubungan dengan alam harmonis
-
Hubungan dengan orang lain harmonis
-
Hubungan dengan ketuhanan
11.
Faktor
– faktor yang mempengaruhi spritual
Faktor
– faktor penting dalam mempengaruhi seseorang adalah :
-
Pertimbangan tahap perkembangan
Dari hasil penelitian di temukan bahwa
manusia mempunyai persepsi tentang tuhan dan bentuk sembahyang yang berbeda
menurut usia, seks, agama, dan kepribadian manusia
-
Keluarga
Peran orang tua sangat menentukan dalam
perkembangan spiritual anak. Oleh karena keluarga membuat lingkungan terdekat
dan lingkungan pertama anak dalam mempersepsikan kehidupan di dunia.
-
Latar beakang
Sikap keyakinan dan nilai di pengaruhi
oleh latar belakang etnik dan sosial budaya. Pada umumnya seseorang akan
mengikuti tradisi agama dan spiritual kelurga.
12.
Proses
keperawatan dalam spiritual
Pada
intinya keperawatan adalah komitmen tentang mengasihi ( caring ) merawat
seseorang adalah suatu proses interaktif yang bersifat induvidual menolong satu
sama lain dan teraktulalisasi, suatu elemen perawatan kesehatan berkualitas
adalah untuk menunjukan kasih sayang pada klien sehingga terbentuk hubungan
saling percaya. Di perkuat ketika pemberi keperawatan menghargai dan mendukung
kegiatan spiritual klien
13.
Diagnosa
keperawatan
Distress spiritual berhubungan
dengan kurangnya pengetahuan klien dalam melaksanakan alternatif ibadah sholat
dalam keadaan sakit ditandai dengan klien merasa lemah dan tidak berdaya dalam
melakukan ibadah sholat
14. Intervensi
No
|
Diagnosa
Keperawatan
|
Tujuan
|
Intervensi
|
1
|
Distress spiritual berhubungan dengan kurangnya
pengetahuan klien dalam melaksanakan alternatif ibadah sholat dalam keadaan
sakit ditandai dengan klien merasa lemah dan tidak berdaya dalam melakukan
ibadah sholat
|
Kebutuhan
spiritual dapat terpenuhi yaitu dapat melakukan sholat dalam keadaan sakit
|
a.
Kaji tingkat pengetahuan klien mengenai ibadah
sholat.
b.
Ajarkan pada klien cara sholat dalam keadaan berbaring.
c.
Ajarkan tata cara tayamum.
d.
Ajarkan kepada klien untuk berzikir.
e.
Datangkan seorang ahli agama.
|
DAFTAR
PUSTAKA
Alligood, M. R., 2014. Nursing
Theorist and Their Work. USA: Elsevier Health Sciences.
Ananta, L. A. W. & Wulan, R., 2011.
Pola Aktivitas Sehari-Hari pada Pasien Demensia di Instalasi Rawat Jalan RS.
Baptis Kediri. Jurnal STIKES RS Baptis Kediri, 4(2).
Ermawati & Sudarji, S., 2013.
Kecemasan Menghadapi Kematian pada Lanjut Usia. Psibernetika Universitas
Bunda Mulya, 6(1).
Hayati, R. & Nurviyandari, D., 2014.
Depresi Ringan pada Lansia Setelah Memasuki Masa Pensiun. Depok: Skripsi
Universitas Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar