Kamis, 09 Juli 2020

LAPORAN PENDAHULUAN PERUBAHAN DAN ASKEP GERONTIK DENGAN GANGGUAN PSIKOLOGIS

LAPORAN PENDAHULUAN
PERUBAHAN DAN ASKEP GERONTIK
DENGAN GANGGUAN PSIKOLOGIS
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas
Departemen Keperawatan Komunitas Keluarga dan Gerontik
Program Profesi Ners A.XV
Description: logo STIKes.jpg
Disusun Oleh :
RISNAWATI, S.Kep
NIM : 4012200021
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BINA PUTERABANJAR
PROGRAM STUDI NERS ANGKATAN KE-15
TAHUN AKADEMIK 2019-2020 
Jl. MayjenLiliKusumah-Sumanding Wetan No. 33 Kota Banjar
Tlp (0265) 741100 Fax (0265) 744043

LAPORAN PENDAHULUAN
PERUBAHAN DAN ASKEP GERONTIK DENGAN GANGGUAN PSIKOLOGIS 
A.        Konsep Dasar Teori
Pada hakekatnya menjadi tua merupakan proses alamiah yang berarti seseorang telah melalui tiga tahap kehidupannya yaitu masa kanak-kanak, masa dewasa dan masa tua (Nugroho, 1992). Tiga tahapan ini berbeda baik secara biologis maupun secara psikologis. Memasuki masa tua berarti mengalami kemunduran secara fisik maupun secara psikis. Kemunduran fisik ditandai dengan kulit yang mengendor, rambut putih, penurunan pendengaran, penglihatan menurun, gerakan lambat, kelainan berbagai fungsi organ vital, sensitivitas emosional meningkat
Psikogeriatriataupsikiatriadalahcabangilmukedokteran yang memperhatikanpencegahan, diagnosis, danterapigangguanfisikdanpsikologisataupsikiatrikpadalanjutusia. Saatinidisiplininisudahberkembangmenjadisuatucabangpsikiatrik, analaogdenganpsikiatrikanak (Brocklehurts, Allen, 1987). Diagnosis danterapigangguan mental padalanjutusiamemerlukanpengetahuankhusus, karenakemungkinanperbedaandalammanisfestasiklinis, pathogenesis danpatofisiologigangguan mental antara pathogenesis dewasamudadanlanjutusia (Weinberg, 1995; Kolb-Brodie, 1982). Faktor penyulitpadapasienlanjutusiajugaperludipertimbangkan, antara lain seringadanyapenyakitdankecacatanmediskronispenyerta, pemakaianbanyakobat (polifarmasi) danpeningkatankerentananterhadapgangguankognitif (Weinberg, 1995; Gunadi, 1984).
B.    Batasan Lansia
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Lanjut Usia meliputi:
a.     Usia pertengahan (Middle Age) ialah kelompok usia 45 sampai 59 tahun.
b.     Lanjut usia (Elderly) ialah kelompok usia antara 60 dan 74 tahun.
c.     Lanjut usia tua (Old) ialah kelompok usia antara 75 dan 90 tahun.
d.     Usia sangat tua (Very Old) ialah kelompok di atas usia 90 tahun.
C.    Teori Kejiwaan Lansia
1.     Aktifitas atau Kegiatan (Activity Theory)
Ketentuan akan meningkatnya pada penurunan jumlah kegiatan secara langsung. Teori ini menyatakan bahwa usia lanjut yang sukses adalah mereka yang aktif dan ikut banyak dalam kegiatan sosial.  Ukuran optimum (pola hidup) dilanjutkan pada cara hidup dari lanjut usia. Mempertahankan hubungan antara sistem sosial dan individu agar tetap stabil dari usia pertengahan ke lanjut usia.
2.     Kepribadian Berlanjut (Continuity Theory)
Dasar kepribadian atau tingkah laku tidak berubah pada lanjut usia. Teori ini merupakan gabungan dari teori diatas. Pada teori ini menyatakan bahwa perubahan yang terjadi pada seseorang yang lanjut usia sangat dipengaruhi oleh tipe personaliti yang dimiliki.
3.     Teori Pembebasan (Disengagement Theory)
Teori ini menyatakan bahwa dengan bertambahnya usia, seseorang secara berangsur-angsur mulai melepaskan diri dari kehidupan sosialnya. Keadaan ini mengakibatkan interaksi sosial lanjut usia menurun, baik secara kualitas maupun kuantitas sehingga sering terjaadi kehilangan ganda (triple loss), yakni:
a.     Kehilangan Peran
b.     Hambatan Kontak Sosial
c.     Berkurangnya Kontak Komitmen
D.    Teori Psikologi
Psikology adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari tingkah laku manusia, baik sebagai individu maupun dalam hubungannya dengan lingkungannya. Tingkah laku tersebut berupa tingkah laku yang tampak maupun tidak tampak, tingkah laku yang disadari maupun yang tidak disadari.( Muhibbin Syah (2001)
1.     Teori Tugas Perkembangan
Havigurst (1972) menyatakan bahwa tugas perkembangan pada masa tua antara lain adalah:
a.     Menyesuaikan diri dengan penurunan kekuatan fisik dan kesehatan
b.     Menyesuaikan diri dengan masa pensiun dan berkurangnya penghasilan
c.     Menyesuaikan diri dengan kematian pasangan hidup
d.     Membentuk hubungan dengan orang-orang yang sebaya
e.     Membentuk pengaturan kehidupan fisik yang memuaskan
f.      Menyesuaikan diri dengan peran sosial secara luwes
Selain tugas perkembangan diatas, terdapat pula tugas perkembangan yang spesifik yang dapat muncul sebagai akibat tuntutan:
a.     Kematangan fisik
b.     Harapan dan kebudayaan masyarakat
c.     Nilai-nilai pribadi individu dan aspirasi
Menurut teori ini, setiap individu memiliki hirarki dari dalam diri, kebutuhan yang memotivasi seluruh perilaku manusia.
2.     Teori Individual Jung
Carl Jung (1960) menyusun sebuah teori perkembangan kepribadian dari seluruh fase kehidupan yaitu mulai dari masa kanak-kanak, masa muda dan masa dewasa muda, usia pertengahan sampai lansia. Kepribadian individu terdiri dari Ego, ketidaksadaran seorang dan ketidaksadaran bersama. Menurut teori ini kepribadian digambarkan terhadap dunia luar atau kearah subyektif. Pengalaman-pengalaman dari dalam diri (introvert). Keseimbangan antara kekuatan ini dapat dilihat pada setiap individu dan merupakan hal yang paling penting bagi kesehatan mental.
3.     Teori Delapan Tingkat Kehidupan
Secara Psikologis, proses menua diperkirakan terjadi akibat adanya kondisi dimana kondisi psikologis mencapai pada tahap-tahap kehidupan tertentu. Ericson (1950) yang telah mengidentifikasi tahap perubahan psikologis (delapan tingkat kehidupan) menyatakan bahwa pada usia tua, tugas perkembangan yang harus dijalani adalah untuk mencapai keeseimbangan hidup atau timbulnya perasaan putus asa. Peck (1968) menguraikan lebih lanjut tentang teori perkembangan Erikson dengan mengidentifikasi tugas penyelarasan integritas diri dapat dipilih dalam tiga tingkat yaitu : pada perbedaan ego terhadap peran pekerjaan preokupasi, perubahan tubuh terhadap pola preokupasi, dan perubahan ego terhadap ego preokupasi.
Pada tahap perbedaan ego terhadap peran pekerjaan preokupasi, tugas perkembangan yang harus dijalani oleh lansia adalah menerima identitas diri sebagai orang tua dan mendapatkan dukungan yang adekuat dari lingkungan untuk menghadapi adanya peran baru sebagai orang tua (preokupasi). Adanya pensiun dan atau pelepasan pekerjaan merupakan hal yang dapat dirasakan sebagai sesuatu yang menyakitkan dan dapat menyebabkan perasaan penurunan harga diri dari orang tua tersebut.
E.    Faktor yang sangat berpengaruh terhadap psikologi lansia
Ada beberapa faktor yang sangat berpengaruh terhadap psikologi lansia. Faktor-faktor tersebut hendaklah disikapi secara bijak sehingga para lansia dapat menikmati hari tua mereka dengan bahagia. Adapun beberapa faktor yang dihadapi para lansia yang sangat mempengaruhi kesehatan jiwa mereka adalah sebagai berikut:
1.     Penurunan Kondisi Fisik
Setelah orang memasuki masa lansia umumnya mulai dihinggapi adanya kondisi fisik yang bersifat patologis berganda (multiple pathology), misalnya tenaga berkurang, enerji menurun, kulit makin keriput, gigi makin rontok, tulang makin rapuh, dsb. Secara umum kondisi fisik seseorang yang sudah memasuki masa lansia mengalami penurunan secara berlipat ganda. Hal ini semua dapat menimbulkan gangguan atau kelainan fungsi fisik, psikologik maupun sosial, yang selanjutnya dapat menyebabkan suatu keadaan ketergantungan kepada orang lain.
Dalam kehidupan lansia agar dapat tetap menjaga kondisi fisik yang sehat, maka perlu menyelaraskan kebutuhan-kebutuhan fisik dengan kondisi psikologik maupun sosial, sehingga mau tidak mau harus ada usaha untuk mengurangi kegiatan yang bersifat memforsir fisiknya.
Seorang lansia harus mampu mengatur cara hidupnya dengan baik, misalnya makan, tidur, istirahat dan bekerja secara seimbang.
2.     Penurunan Fungsi dan Potensi Seksual
Penurunan fungsi dan potensi seksual pada lanjut usia sering kali berhubungan dengan berbagai gangguan fisik seperti : Gangguan jantung, gangguan metabolisme, misal diabetes millitus, vaginitis, baru selesai operasi : misalnya prostatektomi, kekurangan gizi, karena pencernaan kurang sempurna atau nafsu makan sangat kurang, penggunaan obat-obat tertentu, seperti antihipertensi, golongan steroid, tranquilizer.
Faktor psikologis yang menyertai lansia antara lain :
a.     Rasa tabu atau malu bila mempertahankan kehidupan seksual pada lansia
b.     Sikap keluarga dan masyarakat yang kurang menunjang serta diperkuat oleh tradisi dan budaya.
c.     Kelelahan atau kebosanan karena kurang variasi dalam kehidupannya.
d.     Pasangan hidup telah meninggal.
e.     Disfungsi seksual karena perubahan hormonal atau masalah kesehatan jiwa lainnya misalnya cemas, depresi, pikun dsb.
3.     Perubahan Aspek Psikososial
Pada umumnya setelah orang memasuki lansia maka ia mengalami penurunan fungsi kognitif dan psikomotor. Fungsi kognitif meliputi proses belajar, persepsi, pemahaman, pengertian, perhatian dan lain-lain sehingga menyebabkan reaksi dan perilaku lansia menjadi makin lambat. Sementara fungsi psikomotorik (konatif) meliputi hal-hal yang berhubungan dengan dorongan kehendak seperti gerakan, tindakan, koordinasi, yang berakibat bahwa lansia menjadi kurang cekatan.
Dengan adanya penurunan kedua fungsi tersebut, lansia juga mengalami perubahan aspek psikososial yang berkaitan dengan keadaan kepribadian lansia. Beberapa perubahan tersebut dapat dibedakan berdasarkan 5 tipe kepribadian lansia sebagai berikut:
a.     Tipe Kepribadian Konstruktif (Construction personalitiy), biasanya tipe ini tidak banyak mengalami gejolak, tenang dan mantap sampai sangat tua.
b.     Tipe Kepribadian Mandiri (Independent personality), pada tipe ini ada kecenderungan mengalami post power sindrome, apalagi jika pada masa lansia tidak diisi dengan kegiatan yang dapat memberikan otonomi pada dirinya.
c.     Tipe Kepribadian Tergantung (Dependent personalitiy), pada tipe ini biasanya sangat dipengaruhi kehidupan keluarga, apabila kehidupan keluarga selalu harmonis maka pada masa lansia tidak bergejolak, tetapi jika pasangan hidup meninggal maka pasangan yang ditinggalkan akan menjadi merana, apalagi jika tidak segera bangkit dari kedukaannya.
d.     Tipe Kepribadian Bermusuhan (Hostility personality), pada tipe ini setelah memasuki lansia tetap merasa tidak puas dengan kehidupannya, banyak keinginan yang kadang-kadang tidak diperhitungkan secara seksama sehingga menyebabkan kondisi ekonominya menjadi morat-marit.
e.     Tipe Kepribadian Kritik Diri (Self Hate personalitiy), pada lansia tipe ini umumnya terlihat sengsara, karena perilakunya sendiri sulit dibantu orang lain atau cenderung membuat susah dirinya.
4.     Perubahan yang Berkaitan Dengan Pekerjaan
Pada umumnya perubahan ini diawali ketika masa pensiun. Meskipun tujuan ideal pensiun adalah agar para lansia dapat menikmati hari tua atau jaminan hari tua, namun dalam kenyataannya sering diartikan sebaliknya, karena pensiun sering diartikan sebagai kehilangan penghasilan, kedudukan, jabatan, peran, kegiatan, status dan harga diri. Reaksi setelah orang memasuki masa pensiun lebih tergantung dari model kepribadiannya seperti yang telah diuraikan pada point tiga di atas.
Bagaimana menyiasati pensiun agar tidak merupakan beban mental setelah lansia? Jawabannya sangat tergantung pada sikap mental individu dalam menghadapi masa pensiun. Dalam kenyataan ada menerima, ada yang takut kehilangan, ada yang merasa senang memiliki jaminan hari tua dan ada juga yang seolah-olah acuh terhadap pensiun (pasrah). Masing-masing sikap tersebut sebenarnya punya dampak bagi masing-masing individu, baik positif maupun negatif. Dampak positif lebih menenteramkan diri lansia dan dampak negatif akan mengganggu kesejahteraan hidup lansia. Agar pensiun lebih berdampak positif sebaiknya ada masa persiapan pensiun yang benar-benar diisi dengan kegiatan-kegiatan untuk mempersiapkan diri, bukan hanya diberi waktu untuk masuk kerja atau tidak dengan memperoleh gaji penuh.
Persiapan tersebut dilakukan secara berencana, terorganisasi dan terarah bagi masing-masing orang yang akan pensiun. Jika perlu dilakukan assessment untuk menentukan arah minatnya agar tetap memiliki kegiatan yang jelas dan positif. Untuk merencanakan kegiatan setelah pensiun dan memasuki masa lansia dapat dilakukan pelatihan yang sifatnya memantapkan arah minatnya masing-masing. Misalnya cara berwiraswasta, cara membuka usaha sendiri yang sangat banyak jenis dan macamnya.
Model pelatihan hendaknya bersifat praktis dan langsung terlihat hasilnya sehingga menumbuhkan keyakinan pada lansia bahwa disamping pekerjaan yang selama ini ditekuninya, masih ada alternatif lain yang cukup menjanjikan dalam menghadapi masa tua, sehingga lansia tidak membayangkan bahwa setelah pensiun mereka menjadi tidak berguna, menganggur, penghasilan berkurang dan sebagainya.
5.     Perubahan Dalam Peran Sosial di Masyarakat
Akibat berkurangnya fungsi indera pendengaran, penglihatan, gerak fisik dan sebagainya maka muncul gangguan fungsional atau bahkan kecacatan pada lansia. Misalnya badannya menjadi bungkuk, pendengaran sangat berkurang, penglihatan kabur dan sebagainya sehingga sering menimbulkan keterasingan. Hal itu sebaiknya dicegah dengan selalu mengajak mereka melakukan aktivitas, selama yang bersangkutan masih sanggup, agar tidak merasa terasing atau diasingkan. Karena jika keterasingan terjadi akan semakin menolak untuk berkomunikasi dengan orang lain dan kdang-kadang terus muncul perilaku regresi seperti mudah menangis, mengurung diri, mengumpulkan barang-barang tak berguna serta merengek-rengek dan menangis bila ketemu orang lain sehingga perilakunya seperti anak kecil.
Dalam menghadapi berbagai permasalahan di atas pada umumnya lansia yang memiliki keluarga bagi orang-orang kita (budaya ketimuran) masih sangat beruntung karena anggota keluarga seperti anak, cucu, cicit, sanak saudara bahkan kerabat umumnya ikut membantu memelihara (care) dengan penuh kesabaran dan pengorbanan. Namun bagi mereka yang tidak punya keluarga atau sanak saudara karena hidup membujang, atau punya pasangan hidup namun tidak punya anak dan pasangannya sudah meninggal, apalagi hidup dalam perantauan sendiri, seringkali menjadi terlantar.
F.    Macam-macam Masalah Keperawatan Psikologi pada lansia
1.     Depresi
Depresi merupakan satu masa terganggunya fungsi manusia yang berkaitan dengan alam perasaan yang sedih dan gejala penyertanya, termasuk perubahan pada pola tidur dan nafsu rnakan, psikomotor, konsentrasi, keielahan, rasa putus asa dan tak berdaya, serta gagasan bunuh diri (Kap'an dan Sadock, 1998). Depresi adalah suatu perasaan sedih dan pesimis yang berhubungan dengan suatu penderitaan. Dapat berupa serangan yang ditujukan pada diri sendiri atau perasaan marah yang dalam (Nugroho, 2000). Menurut Hudak & Gallo (1996), gangguan depresi merupakan keluhan umum pada lanjut usia dan merupakan penyebab tindakan bunuh diri.
Depresi adalah gangguan alam perasaan yang ditandai oleh kesedihan, harga diri rendah, rasa bersalah, putus asa, perasaan kosong (Keliat, 1996). Sedangkan menurut Hawaii (depresi adalah bentuk gangguan kejiwaan pada alam perasaan (mood), yang ditandai dengan kemurungan, kelesuan, ketidakgairahan hidup, perasaan tidak berguna, dan putus asa. Depresi adalah suatu kesedihan atau perasaan duka yang berkepanjangan (Stuart dan Sundeen, 1998).
2.     Tanda Dan Gejala Depresi
Perilaku yang berhubungan dengan depresi menurut Kelliat (1996) meliputi beberapa aspek seperti:
a.     Afektif
Kemarahan, ansietas, apatis, kekesalan, penyangkalan perasaan, kemurungan, rasa bersalah, ketidakberdayaan, keputusasaan, kesepian, harga diri rendah, kesedihan.
b.     Fisiologis
Nyeri abdomen, anoreksia, sakit punggung, konstipasi, pusing, keletihan, gangguan pencernaan, insom¬nia, perubahan haid, makan berlebihan/kurang, gangguan tidur, dan perubahan berat badan.
c.     Kognitif
Ambivalensi, kebingungan, ketidakmampuan berkonsentrasi, kehilangan minat dan motivasi, menyalahkan diri sendiri, mencela diri sendiri, pikiran yang destruktif tentang diri sendiri, pesimis, ketidakpastian.
d.     Perilaku
Agresif, agitasi, alkoholisme, perubahan tingkat aktivitas, kecanduan obat, intoleransi, mudah tersinggung, kurang spontanitas, sangat tergantung, kebersihan diri yang kurang, isolasi sosial, mudah menangis, dan menarik diri.
3.     Gejala-gejala depresi pada lansia :
a.     Kognitif
Sekurang-kurangnya ada 6 proses kognif pada lansia yang menunjukkan gejala depresi. Pertama, individu yang mengalami  depresi memiliki self-esteem yang sangat rendah. Mereka berpikir tidak adekuat, tidak mampu, merasa dirinya tidak berarti, merasa rendah diri dan merasa bersalah terhadap kegagalan yang dialami. Kedua, lansia selalu pesimis dalam menghadapi masalah dan  segala sesuatu yang dijalaninya menjadi buruk dan kepercayaan terhadap dirinya (self-confident) yang tidak adekuat. Ketiga, memiliki motivasi yang kurang dalam menjalani hidupnya, selalu meminta bantuan dan melihat semuanya gagal dan sia-sia sehingga merasa tidak ada gunanya berusaha. Keempat, membesar-besarkan masalah dan selalu pesimistik menghadapi masalah. Kelima, proses berpikirnya menjadi lambat, performance intelektualnya berkurang. Keenam, generalisasi dari gejala depresi, harga diri rendah, pesimisme dan kurangnya motivasi.
b.     Afektif
Lansia yang mengalami depresi merasa tertekan , murung, sedih, putus asa, kehilangan semangat dan muram. Sering merasa terisolasi, ditolak dan tidak dicintai. Lansia yang mengalami depresi menggambarkan dirinya berada dalam lubang gelap yang tidak dapat terjangkau dan tidak dapat keluar dari sana.

c.        Somatik
Masalah somatik yang sering dialami lansia yang mengalami depresi seperti pola tidur yang terganggu ( insomnia ), gangguan pola makan dan dorongan seksual yang berkurang. Lansia lebih rentan terhadap penyakit karena sistem kekebalan tubuhnya melemah, selain karena aging proces juga karena orang yang mengalami depresi menghasilkan sel darah putih yang kurang (Schleifer et all, 1984; Samiun, 2006).
d.       Psikomotor
Gejala psikomotor pada lansia depresi yang dominan adalah retardasi motor. Sering duduk dengan terkulai dan tatapan kosong tanpa ekspresi, berbicara sedikit dengan kalimat datar dan sering menghentikan pembicaraan karena tidak memiliki tenaga atau minat yang cukup untuk menyelesaikan kalimat itu. Dalam pengkajian depresi pada lansia, menurut Sadavoy et all (2004) gejala-gejala depresi dirangkum dalam SIGECAPS yaitu gangguan pola tidur (sleep) pada lansia yang dapat berupa keluhan susah tidur, mimpi buruk dan bangun dini dan tidak bisa tidur lagi, penurunan minat dan aktifitas (interest), rasa bersalah dan menyalahkan diri (guilty), merasa cepat lelah dan tidak mempunyai tenaga (energy), penurunan konsentrasi dan proses pikir (concentration), nafsu makan menurun (appetite), gerakan lamban dan sering duduk terkulai (psychomotor) dan penelantaran diri serta ide bunuh diri (suicidaly)
4.     Pendekatan Fisiologis
Teori fisiologis menerangkan bahwa depresi terjadi karena aktivitas neurologis yang rendah (neurotransmiter norepinefrin dan serotonin) pada sinaps-sinaps otak yang berfungsi mengatur kesenangan. Neurotransmitter ini memainkan peranan penting dalam fungsi hypothalamus, seperti mengontrol tidur, selera makan, seks dan tingkah laku motor (Sachar, 1982; Samiun, 2006), sehingga seringkali seseorang yang mengalami depresi disertai dengan keluhan-keluhan tersebut.
Pendekatan genetic terhadap kejadian depresi dengan penelitian saudara kembar. Monozogotik Twins (MZ) berisiko mengalami depresi 4,5 kali lebih besar (65%) daripada kembar bersaudara (Dizigotik Twins/DZ) yang 14% (Nurberger & Gershon, 1982; Samiun, 2006). Secara keseluruhan dapat dikatakan bahwa secara genetic depresi itu diturunkan.
Menurut Mangoenprasodjo (2004), depresi pada lansia merupakan perpaduan interaksi yang unik dari berkurangnya interaksi social, kesepian, masalah social ekonomi, perasaan rendah diri karena penurunan kemampuan rendah diri, kemandirian, dan penurunan fungsi tubuh, serta kesedihan ditinggal orang yang dicintai, factor kepribadian, genetic, dan factor biologis penurunan neuron-neuron dan neurotransmitter di otak. Perpaduan ini sebagai factor terjadinya depresi pada lansia. Kompleksitasnya perubahan-perubahan yang terjadi pada lansia, sehingga depresi pada lansia dianggap sebagai hal yang wajar terjadi.
Keluhan fisik biasanya terwujud pada perasaan fisik seperti:
1.         Distorsidalamperilakumakan
2.         Nyeri (nyeriototdannyerikepala)
3.         Merasaputusasadantidakberarti.
4.         Beratbadanberubahdrastis
5.         Gangguantidur.
6.         Sulitberkonsentrasi
7.         Keluarnyakeringat yang berlebihan
8.         Sesaknapas
9.         Kejangususataukolik
10.      Muntah
11.      Diare
12.      Berdebar-debar
13.      Gangguandalamaktivitas normal seseorang
14.      Kurangenergi
DAFTAR PUSTAKA
http://abiums.blogspot.com/2007/05/askep-lansia-depresi.html
Martono Hadi dan Kris Pranaka. 2010. Buku Ajar Boedhi-Darmojo GERIATRI. Jakarta: Fakultas Kedokteran UNIVERSITAS INDONESIA

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

LAPORAN PENDAHULUAN SYOK

  LAPORAN PENDAHULUAN SYOK       Diajukan untuk memenuhi tugas Program Profesi Ners angkatan XV DepartemenGawatDarurat&Kri...