LAPORAN
PENDAHULUAN
KOMUNIKASI PADA
LANSIA
Disusun Oleh :
Risnawati, S.
Kep
NIM : 4012200021
PROGRAM PROFESI
NERS
STIKES BINA
PUTERA BANJAR
TAHUN 2019-2020
KOMUNIKASI PADA LANSIA
A. Pengertian
Lanjut Usia (Lansia)
Lanjut usia (lansia) adalah seseorang dengan usia 65
tahunatau lebih yang terkadang menimbulkan masalah sosial, tetapi bukanlah
suatu penyakit melainkan suatu proses natural tubuh meliputi terjadinya
perubahandeoxyribonucleic acid(DNA), ketidaknormalan kromosom dan penurunanfungsi
organ dalamtubuh. Sekitar 65% dari lansia yang mengalami gangguan kesehatan,
hidup hanya ditemani oleh seseorang yang mengingatkan masalah kesehatannya,dan
35% hidup sendiri. Secara individu, pengaruh proses menua dapat menimbulkan
berbagai macam masalah, baik masalah secara fisik, biologis, mental maupun
masalah sosial ekonomi (Nies&McEwen,2017; Tamher & Noorkasiani,2019).
Berdasarkan usianya, organisasi kesehatan dunia WHO mengelompokan usia
lanjut menjadi 4 macam, meliputi :
1.
Usia pertengahan ( middle age), kelompok usia 45-59
tahun.
2.
Usia lanjut (elderly), kelompok usia antara 60-70
tahun.
3.
Usia lanjut usia (old), kelompok usia antara 75-90
tahun.
4.
Usia tua ( very old), kelompok usia diatas 90 tahun.
B. Faktor Yang
Mempengaruhi Komunikasi pada Pasien lanjut usia
Komunikasi dengan pasien lanjut usia dapat menjadi lebih sulit dibandingkan
dengan komunikasi pada populasi biasa sebagai akibat dari gangguan sensori yang
terkait usia danpenurunan memori. Orang ketiga juga dapat menjadi bagian dari
interaksi, karena pasien lanjut usia seringkali ditemani oleh anggota keluarga
yang dicintai yang aktif terlibat pada perawatan pasien dan berpartisipasi
dalam kunjungan. Ada banyak faktor lain yang mempengaruhi efektivitas
komunikasi dengan pasien lanjut usia. Pasien lanjut usia sering hadir dengan
masalah yang kompleks dan beberapa keluhan utama, yang memerlukan waktu untuk
menyelesaikannya. Untuk setiap dekade kehidupan setelah usia 40 tahun, pasien
kemungkinan mengalami satu penyakit kronik baru. Sehingga pada usia 80 tahun,
orang kemungkinan memiliki paling tidak 4 penyakit kronis (Vieder et al.,
2002). Faktor lain adalah bahwa pasien lanjut usia umumnya lebih sedikit
bertanya dan menunggu untuk ditanya sesuai kewenangan dokter (Haug & Ory,
1987;Greene et al.,1989). Masalah usia atau dikenal dengan istilah ageism
juga merupakan hal yang lazim dijumpai pada perawatan kesehatan dan secara
tidak sengaja berperan terhadap buruknya komunikasi dengan pasien lanjut usia
(Ory et al., 2003).
C. Kegunaan
Komunikasi
Komunikasi berguna untuk pertukaran informasi dan untuk membina hubungan
dengan orang lain, atau dengan kata lain komunikasi merupakan aspek dasar pada
hubungan antar manusia dan merupakan sarana untuk berhubungan dengan orang
lain. Pada pasien lanjut usia berbagai bentuk dari penyakit dan ketidakmampuan
dapat berpengaruh terhadap proses komunikasi dan perawatan kesehatannya,
sehingga diperlukan cukup perhatian dan sikap yang baik untuk proses komunikasi
tersebut Sering kali terjadi bahwa baik pihak keluarga maupun medis melupakan
atau tidak memperhatikan berbagai hambatan yang ada untuk tercapainya
komunikasi yang efektif pada pasien lanjut usia yang akhirnya dapat
mengakibatkan interpretasi yang keliru terhadap pesan yang disampaikan maupun
yang diterima oleh mereka (Smith & Buckwalter, 2015).
D. Komponen
pada proses komunikasi
1.
Pembicara : Orang yang menyampaikan pesan.
2.
Pendengar : Orang yang menerima pesan.
3.
Pesan verbal : Kata kata yang secara aktual diucapkan
atau disampaikan.
4.
Pesan nonverbal: Kesan yang ditangkap saat kata kata
tersebut diucapkan termasukekspresi wajah, tekanan suara, postur dan sikap
tubuh dan pilihan kosa kata yangdigunakan.
5.
Umpan Balik : Respon berupa tanggapan baik verbal
maupun non verbal.
6.
Konteks : Fisik dan lingkungan sosial atau pengaturan
dalam pesan yang dikirim.
7.
Persepsi : Kemampuan untuk memilih, mengatur, dan
menafsirkan informasi indrawimenjadi dimengerti dan bermakna.
8.
Evaluasi : Kemampuan untuk menganalisa informasi yang
diterima, berdasarkanpengalaman dan pengetahuan masa lalu.
9.
Transmisi : Ekspresi yang sebenarnya dari informasi
dari pengirim kepada penerima(pesan lisan dan pesan nonverbal) (Smith &
Buckwalter, 2015).
E. Teknik Umum
untuk Berkomunikasi dengan Pasien lanjut usia
1.
Menunjukkan Hormat dan
Keprihatinan
Komunikasi pasien yang baik didasarkan pada respect atau hormat
kepada pasien dan memahami serta mengapresiasi setiap pasien sebagai sosok
manusia yang unik. Untuk menunjukkan rasa hormat, anda harus menghadapi pasien
secara formal dan menyapa dengan“Bapak” atau “Ibu”, kecuali pasien sebelumnya
telah meminta anda untuk memanggil dengannama pertamanya, dan hindarkan
menggunakan istilah yang merendahkan seperti “manisku”,“sayangku”, ‘cintaku”.
Berkomunikasi yang saling bertatap mata dengan duduk di kursi danlangsung
menatap pasien.
Dengan melakukan hal ini, anda menunjukkan perhatian sejati danaktif
mendengarkan, serta membantu pasien untuk mendengar dan memahami anda secara
lebih baik. Sentuhan lembut di tangan, lengan, atau pundak pasien akan
menyampaikan rasa turut prihatin dan perhatian (Adelman et al., 2000).
2.
Memastikan bahwa Pasien
Didengar dan Dipahami
Mempertahankan langkah yang tidak tergesa-gesa dan mendengarkan adalah
kunci komunikasi efektif antara pasien lanjut usia dan dokter (Adelman et al.,
2000 ; Ory et al., 2003). Membiarkan pasien lanjut usia untuk berbicara
beberapa menit tentang masalahnya tanpa interupsi akan memberikan lebih banyak
informasi daripada riwayat pendukung yang terstruktur cepat. Merasa sedang
diburu-buru akan menyebabkan mereka merasa bahwa mereka sedang Tidak
didengarkan atau dipahami (Adelman et al., 2000). Penelitian menunjukkan
bahwa pasien lanjut usia dan dokter sering tidak sepaham tentang tujuan dan
masalah medis yang dihadapi. Komunikasi yang buruk dapat mengganggu pertukaran
informasi serta menurunkan kepuasan pasien (Greene et al., 1989).
Pada umumnya, anda harus berbicara pelan, jelas, dan keras tanpa berteriak,
menggunakan bahasa dan kalimat yang singkat dan sederhana. Karena pasien lanjut
usia umumnya lebih sedikit bertanya dan menunggu untuk ditanya sesuai
kewenangan dokter, khususnya penting untuk sering merangkum dan memancing
pertanyaan (Adelman et al., 2000;Robinson et al., 2006).
Strategi Umum Tambahan untuk Memperbaiki Komunikasi dengan Pasien
Lanjut Usia
1.
Menggabungkan data pendahuluan sebelum perjanjian
untuk bertemu, karena pasienpasien lanjut usia khas memiliki berbagai masalah
kesehatan yang kompleks.
2.
Meminta pasien menceritakan keluhannya hanya sekali
(yaitu tidak bercerita dulu kepadaperawat atau asisten kemudian baru kepada
anda) untuk meminimalkan frustasi dan kelelahan pasien.
3.
Menghindarkan jargon medis.
4.
Menyederhanakan dan menuliskan instruksi.
5.
Menggunakan diagram, model, dan gambar.
6.
Menjadwalkan pasien lanjut usia terlebih dahulu,
karena mereka umumnya lebih siap darisegi waktu dan secara klinis cenderung
kurang sibuk.
Sumber :
Adelman et al., 2000;Robinson et al., 2016
F. Menghindari Ageism
Salah satu hal terpenting yang harus diingat ketika berkomunikasi dengan
pasien lanjut usia adalah menghindarkan ageism. Ageism, suatu
istilah yang pertama disampaikan oleh Robert Butler, direktur pertama the
National Institute on Aging, adalah systematic stereotyping dan
diskriminasi terhadap seseorang karena mereka berusia lanjut (Butler, 1969). Ageism
adalah hal yang lazim pada perawatan kesehatan dan dapat direfleksikan
dalam tindakan seperti meremehkan masalah medis, menggunakan bahasa yang
bersifat merendahkan, hanya memberikan sedikit edukasi tentang regimen
preventif, menawarkan sedikit pengobatan untukmasalah kesehatan mental,
menggunakan panggilan yang bernada menghina, menghabiskan lebih sedikit masalah
psikososial, dan membuat stereotype orang tua (Ory et al., 2003).
Untuk menghindarkan ageism, mulailah mengenal pasien lanjut usia sebagai
satu pribadi dengan riwayat dan penyelesaian yang jelas. Pendekatan ini
memungkinkan anda untuk menemui setiap pasien lanjut usia sebagai individu yang
unik dengan pengalaman seumur hidup yang berharga bukan orang tua yang tidak
produktif dan lemah (Roter, 2000). Juga penting untuk tidak mengasumsikan bahwa
semua pasien lanjut usia adalah sama. Bisa saja dijumpai “orang berjiwa muda”
dengan usia 85 tahun serta “orang berjiwa tua” dengan usia 60 tahun. Setiap
pasien dan setiap masalah harus diperlakukan dengan unik.
G. Mengenal
Kultur dan Budaya
Mengenal latar belakang kultur dan budaya pasien untuk kemudian
mengaplikasikannya dalam komunikasi dokter-pasien lanjut usia juga merupakan
hal penting dalam mempengaruhi persepsi pasien terhadap baik dan berkualitasnya
pelayanan kesehatan yang diberikan dokter (Ong et al., 1995).
H. Tips untuk
Komunikasi yang Efektif dengan Pasien lanjut usia
Strategi
Umum
1.
Persiapkan lingkungan ruang pemeriksaan, memperbanyak
penerangan dan menurunkan kebisingan (mempertimbangkan kemungkinan berkurangnya
penglihatan dan pendengaran)
2.
Memanggil pasien dan anggota keluarga dengan sebutan
“Bapak” atau “Ibu” dan menghindarkan sebutan “manis”, “sayang”, atau “cintaku”
3.
Bicaralah dengan pelan, jelas, tanpa berteriak,
menggunakan nada yang kalem danekspresi yang menyenangkan.
4.
Gunakan sentuhan lembut dengan sentuhan ringan di
tangan, lengan, atau bahu.
5.
Pertahankan langkah yang tidak tergesa-gesa,
membiarkan pasien selama beberapa menit untuk mengekspresikan masalahnya jika
mampu
6.
Memastikan bahwa agenda pasienlah yang anda hadapi
7.
Meminta pasien lanjut usia untuk mengulang kembali
setiap instruksi yang penting
8.
Memberikan instruksi tertulis paling tidak dengan
huruf berukuran 14.
9.
Ingatlah pentingnya masalah psikososial ketika merawat
pasien lanjut usia.
Gangguan
Kognitif Pasien
1.
Jangan mengabaikan pasien.
2.
Bertanyalah dengan pertanyaan sederhana yang hanya
memerlukan jawaban “ya” atau“tidak” dan bahasa tubuh sederhana.
3.
Ketika melakukan pemeriksaan, berikan instruksi satu
persatu.
Pertemuan
dengan Keterlibatan Pihak Ketiga.
1.
Persiapkan lingkungan ruang pemeriksaan dengan 3 kursi
dalam bentuk segitiga.
2.
Pada mulanya berikan pertanyaan kepada pasien, kemudian
mintalah masukan daripendamping pasien.
3.
Mintalah pasien dan pendamping pasien untuk mengulang
kembali setiap instruksi yang penting.
I.
Pendekatan untuk Berkomunikasi
Ketika berkomunikasi dengan pasien lanjut usia dengan pendengaran yang
berkurang, tataplah pasien sehingga pasien dapat membaca bibir dan menggunakan
isyarat mata. Meminimalkan kebisingan, dan berbicara pelan, jelas, dan dalam
nada yang normal. Berteriak akan menghambat komunikasi, mengubah nada
berfrekuensi tinggi, dan mempersulit pasien untuk memahami kata-kata anda. Jika
suara anda melengking, meredam lengkingan ketika anda berbicara dapat membantu
pasien untuk mendengar anda dengan lebih baik. Ketika memberikan instruksi
untuk medikasi, tes, atau pengobatan, hindarkan untuk bertanya kepada pasien
apakah dia mengerti. Orang dengan gangguan pendengaran mungkin akan menjawab
“ya” tanpa menyadari bahwa mereka belum mendengar apapun atau salah memahami
beberapa informasi.
Pendekatan yang lebih baik untuk mengecek pemahaman pasien adalah dengan
meminta pasien untuk mengulang instruksi (Adelman et al., 2000).
Akhirnya, karena pendengaran memburuk dikemudian hari, appointment yang
lebih awal umumnya lebih baik (Veras & Mattos, 2007). Jika tersedia,
pengeras suara (alat portable yang memperkuat suara dokter dan memancarkannya
ke headphones yang dipakai oleh pasien) diketahui sangat memudahkan komunikasi
dengan pasien yang mengalami gangguan pendengaran (Fook & Morgan, 2000).
Ketika berkomunikasi dengan pasien dengan gangguan penglihatan, lingkungan
klinik dapat diperbaiki dengan memperbanyak pencahayaan, menggunakan
warna-warna kontras untuk membuat objek lebih jelas (mis. kerangka pintu, kursi
yang berada dilantai klinik), dan menggunakan huruf yang besar serta berwarna
kontras untuk setiap tanda. Setiap bahan dengan tulisan harus dicetak paling
tidak dengan huruf berukuran 14 diatas kertas berwarna. Direkomendasikan untuk
menggunakan dua sumber cahaya, pencahayaan untuk latar belakang dan lampu
tertutup (Roter, 2000).
Ketika membahas rencana pengobatan, ingatlah masalah keamanan potensial
yaitu gangguan penglihatan. Sebagai contoh, pasien lanjut usia kadang-kadang
akan meletakkan obatnya dalam satu wadah dan tergantung pada satu warna untuk
mengenalinya. Ini dapat menjadi masalah keamanan, karena banyak obat yang
berwarna putih, biru muda, hijau muda, yang akan terlihat berwarna abu-abu oleh
mata yang telah menua. Warna merah, oranye, dan kuning paling baik dilihat dan
dapat digabungkan kedalam perawatan. Pada contoh lain, pasien yang mengalami
kesulitan memastikan dosis insulin dapat diinstruksikan untuk ditempatkan pada
warna merah diatas meja, yang akan mempermudahnya untuk melihat jarum dan vial.
Kertas kontak berwarna merah dapat dibalutkan pada pegangan untuk berjalan,
tongkat atau tabung oksigen untuk membantu pasien lanjut usia untuk
mengambilnya (Adelman et al., 2000).
J.
Hambatan Komunikasi
1.
Pasien dengan Defisit
Sensorik
Beberapa pasien menunjukkan defisit pendengaran dan penglihatan yang
terkait dengan usia, keduanya memerlukan adaptasi dalam berkomunikasi.
Penelitian mengindikasikan bahwa 16% – 24% individu berusia lebih dari 65 tahun
mengalami pengurangan pendengaran yang mempengaruhi komunikasi (Crews &
Campbell, 2004 ; Mitchell, 2006).
Bagi mereka yang berusia diatas 80 tahun, jumlah gangguan sensorik
meningkat menjadi lebih dari 60% (Chia etal., 2006). Aging/penuaan
mengakibatkan penurunan fungsi pendengaran yang dikenal sebagai presbyacussis,
yang terutama berkenaan dengan suara berfrekuensi tinggi. Suara berfrekuensi
tinggi adalah suara konsonan yang berdampak pada pemahaman pasien diawal dan
akhir kata. Sebagai contoh, jika anda berkata “Take the pill in the morning (Minumlah
pil dipagi hari)”, pasien akan mendengar vokal dalam kata tetapi pasien dapat
berpikir anda berkata “Rake the hillin the morning (Dakilah bukit dipagi
hari)” (Fook & Morgan, 2000 ; Ross et al., 2007).
Gangguan visual yang berhubungan dengan usia meliputi reduksi diameter
pupil; lensa mata menguning, yang mempersulit untuk membedakan warna dengan
panjang gelombang pendek seperti lavender, biru, dan hijau; dan menurunkan
elastisitas ciliary muscles, yang mengakibatkan penurunan akomodasi
ketika bahan cetakan dipegang diberbagai jarak. Kebanyakan pasien lanjut usia
mengalami penyakit mata yang menurunkan ketajaman penglihatan (mis. katarak,
degenerasi macular, glaucoma, komplikasi ocular pada diabetes). Lebih dari 15%
orang tua berusia lebih dari 70 tahun melaporkan penglihatannya yang buruk, dan
22% lagi melaporkan penglihatannya hanya cukup untuk jarak tertentu (Crews
& Campbell, 2004). Bagi mereka yang berusia diatas 80 tahun, 30% melaporkan
penglihatannya yang terganggu (Chia et al., 2006).
2.
Pasien
dengan Demensia
Amerika Serikat pada tahun 2008 diprediksi memiliki lebih kurang 5,2 juta
penduduk berusia lanjut yang diantaranya menderita beberapa bentuk demensia,
dan jumlahnya diprediksi akan meningkat dua kali lipat pada 30 tahun yang akan
datang (Hingle & Sherry, 2009). Sebagai akibatnya, dokter dapat berharap
untuk menemui lebih banyak pasien demensia dan pasien tersebut datang
berkunjung ke dokter ditemani oleh anggota keluarga atau perawat nonformal lain
(Vieder et al.,2002). (istilah caregiver digunakan dari point ini
untuk merujuk pada setiap orang yang menemani kunjungan yang merupakan informal
caregiver). Penilaian dan pengobatan pasien lanjut usia dengan demensia
juga akan sangat membantu bila melibatkan caregiver (Roter, 2000).
Ada banyak tingkatan demensia, yang memiliki berbagai kesulitan komunikasi.
Pasien pada stadium awal sering mengalami masalah untuk menemukan kata yang
ingin disampaikan, pasien banyak menggunakan kata-kata yang tidak memiliki
makna, seperti “hal ini”, “sesuatu”, dan “anda tahu”. Pada demensia parah,
pasien dapat menggunakan jargon yang tidak dapat dipahami atau bisa hanya
berdiam diri (Orange & Ryan, 2000).
Demensia memiliki efek yang merugikan pada penerimaan dan ekspresi
komunikasi pasien. Sebagian besar pasien mengalami kehilangan memori dan
mengalami kesulitan mengingat kejadian yang baru terjadi. Sebagian pasien
demensia memiliki rentang konsentrasi yang sangat singkat dan sulit untuk tetap
berada dalam satu topik tertentu (Miller, 2008).
3.
Pasien yang Ditemani oleh Caregiver
Karakteristik utama kunjungan poliklinik geriatri adalah adanya orang
ketiga, denganseorang anggota keluarga atau caregiver informal lainnya
yang hadir sedikitnya pada sepertiga kunjungan geriatrik (Roter, 2000).
Meskipun caregiver dapat mengasumsikan berbagai peran, termasuk
pendukung, peserta pasif, atau antagonis, pada sebagian besar kasus, caregiver
menempatkan kesehatan orang yang mereka cintai sebagai prioritasnya. Caregiver
sangat penting untuk sistem perawatan kesehatan lanjut usia. Mereka tidak
hanya membantu dengan nutrisi, aktivitas kehidupan sehari-hari, tugas rumah
tangga, pemberian obat, transportasi, dan perawatan lain untuk pasien lanjut
usia, caregiver membantu memudahkan komunikasi antara dokter dan pasien
serta mempertinggi keterlibatan pasien dalam perawatan mereka sendiri (Clayman et
al., 2005 ; Wolff & Roter, 2008).
Juga merupakan hal penting untuk memperlakukan pasien lanjut usia dalam
konteks atau sudut pandang caregiver-nya agar didapatkan hasil terbaik
bagi keduanya (Griffith et al., 2004).
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth.2011.Keperawatan Medikal-Bedah edisi 8 volume 1.Jakarta
: EGC
Setyohadi. I. Alwi., M. Simadibrata.,S. Setiati (editor): Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam, JilidIII, edisi IV, hal. 1425 – 1430. Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,
Jakarta
Majerovitz, S.D., Greene, M.G., Adelman, R.D., Rizzo, C. 1994. The
effects of thepresence of a third person on the physician-older patient medical
interview. J AmGeriatr Soc;42:413–9
Tidak ada komentar:
Posting Komentar