LAPORAN PENDAHULUAN
PROMOSI KESEHATAN
DiajukanUntukMemenuhi Salah SatuTugas
DepartemenKeperawatanKomunitasKeluargadanGerontik
Program ProfesiNers A.XV
![Description: Description: logo STIKes.jpg](file:///C:/Users/HPF4D9~1.DES/AppData/Local/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image002.jpg)
DisusunOleh
:
RISNAWATI,
S.Kep
NIM
: 4012200021
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BINA PUTERABANJAR
PROGRAM STUDI NERS ANGKATAN KE-15
TAHUN AKADEMIK 2019-2020
Jl. MayjenLiliKusumah-Sumanding Wetan No. 33 Kota Banjar
Tlp
(0265) 741100 Fax (0265) 744043
LAPORAN PENDAHULUAN
PROMOSI KESEHATAN
A.
Definisi
Promosi Kesehatan
Promosi kesehatan adalahupaya meningkatkan kemampuan
masyarakat melalui pembelajaran dari, oleh, untuk, dan bersama masyarakat, agar
mereka dapat mandiri menolong diri sendiri, serta mengembangkan kegiatan yang bersumber
daya masyarakat sesuai dengan kondisi sosial budaya
setempat dan didukung oleh kebijakan publik yang berwawasan kesehatan
(Depkes RI, 2007).
B.
Tujuan Promosi
Kesehatan
Tujuan promosi kesehatan dibagi menjadi
tiga tingkatan, menurut
(Ahmad, 2014),
yaitu berdasarkan program, pendidikan dan perilakunya. Tujuan program (jangka
panjang) meliputi refleksi dari fase sosial dan epidemiologi berupa pernyataan
mengenai hal-hal yang akan dicapai dalam periode tertentu yang berhubungan
dengan status kesehatan. Tujuan pendidikan (jangka menengah) merupakan
pembelajaran yang harus dicapai agar perilaku yang diinginkan dalam mengatasi
masalah kesehatan dapat tercapai(Green dalam Ahmad, 2014). Sementara, tujuan
perilaku (jangka pendek) merupakan gambaran perilaku yang akan dicapai dalam
mengatasi masalah kesehatan yang berhubungan dengan pengetahuan, sikap dan
tindakan.
C.
Visi dan Misi Promosi Kesehatan
Promosi
kesehatan memiliki visi dan misi tertentu.Visi promosi kesehatan membahas
mengenai pembangunan kesehatan Indonesia yang diatur dalam UU Kesehatan No. 23
Tahun 1992.Isi dari visi tersebut yaitu meningkatnya kemampuan masyarakat untuk
memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan, baik fisik, mental dan sosial
sehingga masyarakat dapat produktif secara ekonomi maupun sosial (Notoatmodjo,
2012).Visi lainnya yaitu menerapkan pendidikan kesehatan pada program-program
kesehatan, baik pemberantasan penyakit menular, sanitasi lingkungan, gizi
masyarakat, pelayanan kesehatan, maupun program kesehatan lainnya.
Sedangkan
misi promosi kesehatan ialah terkait upaya pencapaian suatu visi, di antaranya
yaitu advokasi, mediasi dan kemampuan atau keterampilan.Advokasi merupakan
kegiatan terencana yang ditujukan kepada para penentu kebijakan untuk
mempengaruhi para pembuat keputusan bahwa program kesehatan yang ditawarkan
perlu mendapat dukungan melalui suatu keputusan (Notoatmodjo, 2012).Mediasi
(penghubung) berarti pelaksanaan promosi kesehatan perlu menjalin kemitraan
dengan berbagai program yang berkaitan dengan kesehatan.Kemampuan (enable) berarti masyarakat diberikan
suatu keterampilan agar mampu memelihara dan meningkatkan kesehatannya secara
mandiri.
D.
Sasaran
Promosi Kesehatan
Pelaksanaan
promosi kesehatan ditujukan kepada sasaran yang telah disesuaikan. Sasaran
dalam promosi kesehatan terbagi menjadi tiga jenis, yaitu (Kementerian
Kesehatan, 2011):
1. Sasaran
primer upaya promosi kesehatan adalah pasien, individu sehat dan keluarga atau
rumah tangga yang diharapkan dapat mengubah perilaku, misalnya mengubah
perilaku hidup tidak bersih dan tidak sehat menjadi perilaku hidup bersih dan
sehat (PHBS).
2. Sasaran
sekunder upaya promosi kesehatan yaitu para pemuka masyarakat baik pemuka
informal seperti pemuka adat dan pemuka agama, maupun pemuka formal seperti
petugas kesehatan dan pejabat pemerintahan, serta organisasi kemasyarakatan dan
media massa yang diharapkan dapat turut serta dalam upaya peningkatan PHBS
pasien, individu sehat dan keluarga.
3. Sasaran
tersier adalah para pembuat kebijakan publik berupa peraturan
perundang-undangan di bidang kesehatan, bidang lainnya yang berkaitan dan pihak
yang memfasilitasi sumber daya.
E.
Ruang
Lingkup dan Konsep Dasar Promosi Kesehatan
Ruang
lingkup promosi kesehatan secara sederhana menurut (Notoatmodjo,
2010) mencakup pendidikan kesehatan yang menekankan pada perubahan perilaku,
pemasaran sosial yang menekankan pada pengenalan produk melalui kampanye,
penyuluhan yang menekankan pada penyebaran informasi, upaya promotif yang
menekankan pada upaya pemeliharaan dan peningkatan kesehatan, upaya advokasi
untuk mempengaruhi pihak lain dalam mengembangkan kebijakan, pengorganisasian,
pengembangan, pergerakan dan pemberdayaan masyarakat.
Berdasarkan
definisi promosi kesehatan yang merupakan proses yang memungkinkan orang untuk
meningkatkan kontrol atas status kesehatan mereka, untuk itu kesehatan tidak
hanya dipandang sebagai tujuan hidup melainkan juga dipandang sebagai sumber
daya bagi kehidupan sehari-hari karena kesehatan merupakan konsep positif
menekankan sumber daya sosial dan pribadi, serta kemampuan fisik.
F.
Tingkat
Program Promosi Kesehatan
Program promosi
kesehatan memiliki tiga tingkat, yaitu (Barker,
2007):
1.
Promosi Kesehatanprimer
cenderung berfokus pada orang-orang yang sehat dan berfokus pada sekitar
layanan seperti klinik untuk wanita, klinik bayi, pesan seks yang aman,
imunisasi anak (Barker, 2007). Tugas promosi kesehatan tingkat ini seperti
pencegahan yang bertujuan untuk mencegah penyakit dan cedera, meningkatkan
homeostasis biologis, dan self-regulation
tubuh dengan menyebarluaskan informasi kesehatan dengan selektif yang berasal
dari medis yang berkaitan dengan individu tentang faktor risiko dan tindakan
pencegahan yang terkait (Piper, 2009).
2.
Promosi
kesehatan sekunder berfokus pada
orang-orang yang sudah sakit dan perawat dalam situasi ini akan berusaha untuk
membantu orang kembali ke keadaan sehat (Barker, 2007). Tujuan dari manajemen
diri pasien yang memiliki cedera atau penyakit adalah untuk memaksimalkan
peluang pemulihan secara penuh, pemulihan fungsi dan untukmeminimalkan risiko
terjadinya komplikasi atau munculnya kembali penyakit (Piper, 2009).
3.
Promosi
kesehatan pencegahan tersier berfokus pada situasi
di mana seorang pasien atau klien memiliki masalah kesehatan yang sedang
berlangsung atau cacat, misalnya pada orang yang memiliki kanker yang agresif,
mereka dapat ditawarkan perawatan paliatif untuk meningkatkan kualitas hidup
mereka dan menjadi sejahtera sebagai bentuk promosi kesehatan (Piper, 2009;
Barker, 2007).
G.
Model Promosi Kesehatan
Kesehatan merupakan
hasil interaksi berbagai faktor, baik faktor internal (fisik dan psikis) maupun
faktor eksternal (sosial, budaya, lingkungan fisik, politik, ekonomi seta
pendidikan). Hal tersebut dapat menjadi latar belakang dikembangkannya model-model kesehatan.
Model-model
promosi kesehatan tersebut di antaranya adalah sebagai berikut :
1. Health Belief Model
(HBM), merupakan model kognitif, yang digunakan untuk meramalkan
perilaku peningkatan kesehatan yang digunakan untuk menjelaskan
kegagalan partisipasi masyarakat secara luas dalam program pencegahan atau
deteksi penyakit. Menurut HBM, kemungkinan seseorang melakukan tindakan
pencegahan dipengaruhi oleh keyakinan dan penilaian kesehatan (Maulana, 2009)
yang di pengaruhi oleh :
a. Ancaman yang dirasakan
dari sakit atau luka (perceived threat of injury or illness).
Hal
ini berkaitan dengan sejauh mana seseorang berpikir bahwa penyakit atau
kesakitan betul-betul merupakan ancaman bagi dirinya. Oleh karena itu, jika
ancaman yang dirasakan meningkat, perilaku pencegahan juga akan meningkat.
b. Keuntungan dan
kerugian (benefits and costs). Pertimbangkan antara
keuntungan dan kerugian perilaku untuk memutuskan melakukan tindakan pencegahan
atau tidak.
c. Petunjuk berperilaku.
Petunjuk
berperilaku disebut sebagai keyakinan terhadap posisi yang menonjol. Hal ini
berupa berbagai informasi dari luar atau nasihat mengenai permasalah kesehatan
(misalnya media massa, kampanye, nasihat orang lain, penyakit dari anggota
keluarga yang lain atau teman).
HBM memiliki fungsi
sebagai model pencegahan atau preventif (Stanley & Maddux; 1986 dalam
Community Health Nursing, 2010). 6 komponen dari HBM ini, yaitu :
1. Perceived Susceptibility (kerentanan yang dirasakan). Contohnya seseorang
percaya kalau semua orang berpotensi terkena kanker.
2. Perceived Severity (bahaya/kesakitan yang
dirasakan). Contohnya individu percaya kalau merokok dapat
menyebabkan kanker.
3. Perceived Benefits (manfaat yang
dirasakan dari tindakan yang diambil).Contohnya melakukan
perilaku sehat seperti medical check up rutin selain itu kalau
tidak merokok, dia tidak akan terkena kanker.
4. Perceived Barriers (hambatan yang
dirasakan akan tindakan yang diambil).Contohnya kalau tidak
merokok tidak enak, mulut terasa asam.
5. Cues to Action (isyarat untuk
melakukan tindakan).Saran dokter atau rekomendasi
menjadi cues to action untuk bertindak dalam konteks berhenti
merokok.
6. Self Efficacy.
Merasa
percaya diri dengan perilaku sehat yang dilakukan
2. Theory of Reasoned Action (TRA), digunakan dalam
berbagai perilaku manusia, khususnya berkaitan dengan masalah sosiopsikologis,
kemudian berkembang dan banyak digunakan untuk menentukan faktor-faktor yang
berkaitan dengan perilaku kesehatan. (Maulana, 2009) Teori ini menghubungkan
antara keyakinan (beliefs),sikap (attitude), kehendak (intention), dan
perilaku.. TRA Merupakan model untuk meramalkan perilaku preventif dan telah
digunakan dalam berbagai jenis perilaku sehat yang berlainan, seperti
pengaturan penggunaan substanti terterntu (merokok, alcohol, dan narkotik),
perilaku makan dan pengaturan makan, pencegahan AIDS dan penggunaan kondom
dll. (Maulana, 2009)
·
Keuntungan TRA. Teori TRA pegangan
untuk menganalisis komponen perilaku dalam item yang
operasional. Fokus sasaran prediksi dan pengertian perilaku yang
dapat diamati secara langsung dan berada dalam kendali seseorang, artinya
perilaku sasaran harus diseleksi dan diidentifikasi secara jelas.
·
Kelemahan TRA. Kelemahan TRA adalah
tidak mempertimbangkan pengalaman sebelumnya dengan perilaku dan mengabaikan
akibat-akibat jelas dari variable eksternal terhadap
pemenuhan intensi perilaku.
3. Transteoritikal Model (TTM), adalah
kerelaan individu untuk berubah, yaitu merubah perilaku yang tidak
sehat menjadi sehat, dan yang sehat menjadi lebih sehat lagi. Terbagi menjadi 5
tahap yaitu :
1) Pre-contemplation. Individu tidak
mengetahui adanya masalah dan tidak memikirkan adanya perubahan.
2) Contemplation.Individu berfikir
tentang perubahan di masa yang akan datang dengan cara memberi dukungan dan
motivasi.
3) Decission/ determination. Membuat rencana perubahan namun butuh bantuan
dalam mengembangkan dan mengatur tujuan dan rencana tindakan.
4) Action.
Implementasi
dari rencana dan tindakan spesifik dapat dibantu dengan diberikannya umpan
balik dan dukungan sosial.
5) Maintenance.
Individu
dapat menunjukan tindakan yang ideal dan mampu mengulangi tindakan yang
direkomendasikan secara berkala.
4.
PRECEDE dan PROCEED Model.
Model ini
dikembangkan
untuk diagnosis mengenai pendidikan mulai dari kebutuhan pendidikan sampaipengembangan
program. PRECEDE merupakan kependekandari Predisposing,
Reinforcing, and Enable Causes in Educational Diagnosis and Evaluation.
Terdapat tujuh tahap dalam merumuskan diagnosis dalam model ini, yaitu:
diagnosis sosial, diagnosis epidemologi, diagnosis perilaku dan lingkungan,
diagnosis pendidikan. Perawat dapat mengembangkan pernyataan diagnosa yang
menggambarkan pendidikan apa yang dibutuhkan oleh klien (Ivanov &
Blue, 2008).
PROCEED yang merupakan
kependekan dari Policy, Regulatory, and Organizational Construct for
Educational and Enviromental Development digunakan untuk merencanakan,
mengimplementasi, dan mengevaluasi dalam program pendidikan kesehatan. Model
ini terdiri dari empat tahap implementasi, proses, dampak, dan evaluasi hasil
dari proses pendidikan (Ivanov & Blue, 2008).
Fokus model ini adalah mempengaruhi individu,
kelompok dan masyarakat untuk berperilaku sehat dalam diagnosa, pendidikan dan
evaluasi. Green & Kreuter (2005) dalam Saifah (2011) mendefinisikan bahwa
terdapat tiga faktor yang dapat digunakan dalam menginvestigasi perilaku yang
berkontribusi terhadap status kesehatan, yaitu :
a.
Faktor predisposisi
(predisposing factor)
b.
Faktor pemungkin (enabling
factor)
c.
Faktor penguat (reinforcing
factor)
H.
Peran
Kebijakan Nasional dalam Promosi Kesehatan
Di dalam promosi
kesehatan, ada keterlibatan tiap-tiap sektor dalam membuat hingga menjalankan
kebijakan.Dinas kesehatan provinsi mengembangkan, mengkoordinasi dan
memfasilitasi promosi kesehatan, kabupaten/kota memperkuat pemberdayaan
masyarakat oleh kabupaten/kota bina suasana dan advokasi tingkat provinsi.
Pemerintah membuat program kegiatan sesuai masalah kesehatan
yang ada di dinas kesehatan provinsi, sementara pemerintahan tingkat pusat
mempromosikan kesehatan, mengembangkan kebijakan nasional, menjadi pedoman dan
standar fasilitas serta koordinasi promosi kesehatan daerah bina suasana dan
advokasi tingkat nasional. Promosi kesehatan di daerah dikembangkan
dari kebijakan nasional dan pedoman standar promosi kesehatan yang
didukung adanya fasilitas koordinasi promosi kesehatan dari pemerintah pusat
dan daerah dengan adanya bina suasana dan advokasi.Kebijakan yang mengatur
tentang promosi kesehatan adalah Permenkes dan Kepmenkes.
a.
Peran
Tingkat Pusat
Ada 2 unit utama di tingkat Pusat
yang terkait dalam Promosi Kesehatan, yaitu:
1.
Pusat Promosi Kesehatan
2.
Direktorat Jenderal
Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan
Pengelolaan
promosi kesehatan khususnya terkait program Pamsimas di tingkat Pusat perlu
mengembangkan tugas dan juga tanggung jawabnya antara lain :
1. Mengembangkan
dan meningkatkan kapasitas sumber daya manusia yang terkait dengan kegiatan
promosi kesehatan secara nasional
2. Mengkaji
metode dan teknik-teknik promosi kesehatan yang effektif untuk pengembangan
model promosi kesehatan di daerah
3. Mengkoordinasikan
dan mengsinkronisasikan pengelolaan promosi kesehatan di tingkat pusat
4. Menggalang
kemitraan dengan berbagai pemangku kepentingan lain yang terkait
5. Melaksanakan
kampanye kesehatan terkait Pamsimas secara nasional
6. Bimbingan
teknis, fasilitasi, monitoring dan evaluasi.
b. Peran Tingkat Propinsi
Sebagai
unit yang berada dibawah naungan tingkat pusat, maka peran tingkat Provinsi,
khususnya kegiatan yang diselenggrakan oleh Dinas Kesehatan Provinsi antara
lain sebagai berikut:
1. Menjabarkan
kebijakan promosi kesehatan nasional menjadi kebijakan promosi kesehatan local
(provinsi) untuk mendukung penyelenggaraan promosi kesehatan dalam wilayah
kerja Pamsimas
2. Meningkatkan
kemampuan Kabupaten/Kota dalam penyelenggaraan promosi kesehatan, terutama
dibidang penggerakan dan pemberdayaan masyarakat agar mampu ber-PHBS.
3. Membangun
suasana yang kondusif dalam upaya melakukan pemberdayaan masyarakat untuk
berperilaku hidup bersih dan sehat pada level provinsi
4. Menggalang
dukungan dan meningkatkan kemitraan dari berbagai pihak serta mengintegrasikan
penyelenggaraan promosi kesehatan dengan lintas program dan lintas sektor
terkait dalam pencapaian PHBS dalam level Provinsi
c. Peran Tingkat Kabupaten
Promosi
Kesehatan yang diselenggarakan di tingkat Kabupaten, khususnya yang dilakukan
oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, dapat mencakup hal-hal sebagai berikut :
1. Meningkatkan
kemampuan Puskesmas, dan sarana kesehatan lainnya dalam penyelenggaraan promosi
kesehatan, terutama dibidang penggerakan dan pemberdayaan masyarakat agar mampu
ber-PHBS.
2. Meningkatkan
kemampuan masyarakat untuk mengembangkan kegiatan yang bersumberdaya
masyarakat, sesuai sosial budaya setempat
3. Membangun
suasana yang kondusif dalam upaya melakukan pemberdayaan masyarakat untuk
berperilaku hidup bersih dan sehat.
4. Menggalang
dukungan dan meningkatkan kemitraan dari berbagai pihak serta mengintegrasikan
penyelenggaraan promosi kesehatan dengan lintas program dan lintas sektor
terkait dalam pencapaian PHBS.
Kesehatan adalah penyelenggaraan upaya kesehatan
oleh bangsa Indonesia, untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan
kemampuanhidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan
masyarakat setinggi-tingginya. Wujud upaya kesehatan tersebut dikelompokkan
menjadi 2 kategori, yaitu :
1) Upaya kesehatan wajib,
yang ditetapkan berdasarkan komitmen nasional, regional, global, serta memiliki
daya ungkit tinggi untuk peningkatan derajat kesehatan masyarakat meliputi :
·
promosi kesehatan
·
kesehatan lingkungan,
kesehatan ibu dan anak serta keluarga berencana
·
perbaikan diri
masyarakat, pencegaham dan pemberantasan penyakit menular
·
pengobatan
2) Upaya kesehatan
pengembangan, adalah upaya yang ditetapkan
berdasarkan permasalahan kesehatan yang ditemukan di masyarakat serta
disesuaikan dengan kemampuan sektor pelayanan kesehatanyang terkait.
.
I.
Media
Promosi Kesehatan
Pelaksanaan promosi kesehatan membutuhkan media yang
dapat memudahkan aktivitas promosi kesehatan terutama pada saat pendidik
(sumber) tidak dapat bertemu langsung dengan sasaran. Adapun jenis – jenis media
pembelajaran menurut (Kholid, A., 2012)
yaitu:
1. Media
visual seperti grafik, diagram, chart, bagan, poster, kartun dan komik
2. Media
auditif seperti radio, tape recorder, laboratorium bahasa, dan sejenisnya
3.
Projected
still media seperti slide, over head projector,
in focus dan sejenisnya
4.
Projected
motion media seperti film, televise, video,
computer dan sejenisnya.
Kriteria yang harus diperhatikan
dalam memilih media pembelajaran menurut (Kholid,
A., 2012) yaitu:
1. Sesuai dengan tujuan atau standar
kompetensi yang ingin dicapai.
2. Tepat untuk mendukung isi pelajaran
yang sifatnya fakta, konsep, prinsip dan generalisasi
3. Praktis, luwes dan bertahan
4. Memperhatikan pengelompokan sasaran.
5. Penyaji terampil dalam menggunakan
media.
J.
Tahapan dan Intervensi Promosi Kesehatan
Tahapan pemberian promosi kesehatan dibagi menjadi 5 langkah,
yaitu tahap pengkajian, diagnosis, perencanaan, implementasi, dan evaluasi
(Kozier, 2012).
1. Pengkajian
Tahap pertama dalam promosi kesehatan adalah mengkaji tentang apa yang
dibutuhkan oleh klien untuk mencapai tujuan hidup sehat. Pengkajian
bertujuan untuk menentukan kebutuhan dan masalah kesehatan klien.Berikut adalah
beberapa hal yang harus dikaji sesuai dengan jenis klien.
a. Pengkajian
pada klien: individu
1) Riwayat
keperawatan
2) Identitas
klien
3) Pemeriksaan
fisik
4) Gaya
hidup
5) Risiko
kesehatan
6) Budaya
dan spiritual klien
7) Tekanan
hidup
b. Pengkajian
pada klien: keuarga
1) Identitas
anggota keluarga (jumlah anggota keluarga, agama, usia, pekerjaan, tingkat
pendidikan, penghasilan, dll)
2) Lingkungan
tempat tinggal keluarga
3) Suku
atau budaya klien
4) Nilai
dan norma keluarga
5) Riwayat
kesehatan anggota keluarga
6) Pengkajian
fisik anggota keluarga
c. Pengkajian
pada klien: masyarakat
Berikut adalah
hal apa saja yang perlu dikaji dimasyakarakat sebelum memberikan promosi
kesehatan menurut E.T. Anderson dan J. McFarlane (2007) dalam Kozier, B., Erb.,
A.J. & Snyder (2012):
Hal yang dikaji
|
Keterangan
|
Lingkungan
fisik
|
Mempertimbangkan
batas-batas alam dan kepadatan penduduk, tempat tinggal, dan kejadian
kejahatan yang terjadi
|
Pendidikan
|
Pertimbangkan
fasilitas pendidikan baik dari segi kualitas maupun kuantitas
|
Keselamatan
dan tranportasi
|
Pertimbangkan
pelayanan keamanan seperti polisi, pertimbangkan sanitasi air dan sumber air,
kualitas udara, layanan pembungan sampah, dan ketersediaan dan kemanan
transportasi umum serta ketersediaan ambulan
|
Kesehatan
dan jasa social
|
Pertimbangkan pelayanan
kesehatan yang tersedia, jumlah kejadian sakit akibat berbagai penyakit,
jumlah kematian, jumlah ibu hamil, bayi, dan balita, cakupan upaya kesehatan,
dan jumlah kader kesehatan
|
Komunikasi
|
Petimbangkan alat dan
media komunikasi yang digunakan, seperti Koran lokal, radio, TV, akses
internet, forum public, ataupun papan bulletin informal
|
Ekonomi
|
Pertimbangkan
presentase penduduk yang bekerja dan atau bersekolah, tingkat pendapatan,
program kesehatan kerja, dan industry yang tersedia
|
Rekreasi
|
Pertimbangkan
fasilitas rekreasi di masyarakat
|
Informasi
yang terkandung pada kegiatan pengkajian ini merupakan dasar untuk menetapkan
proses asuhan keperawatan yang harus dilakukan selanjutnya (Kozier, 2012).
2. Diagnosis
Pada
tahap ini, perawat menetapkan masalah keperawatan pada klien berdasarkan hasil
dari pengkaijan yang sudah dianalisa.Diagnosis keperawatan yang berkaitan
dengan promosi kesehatan adalah diagnosis sejahtera.Tujuan dari diagnosis
tersebut adalah meningkatkan kesejarhteraan klien tanpa menunjukan adanya
masalah.Contoh diagnosis sejahtera seperti, keseiapan meningkatkan
kesejahteraan spiritual, kesiapan
meningkatkan koping, kesiapan meningkatkan pengetahuan.
3. Perencanaan
Tahap
perencanaan penting untuk memastikan bahwa promosi kesehatan yang dilakukan
benar-benar terfokus pada kebutuhan belajar klien yang sesuai dengan
tujuan/goal yang ditetapkan. Hal-hal yang perlu diidentifikasi pada proses
perencanaan ialah: Menetapkan tujuan, kebutuhan dan prioritas pembelajaran
klien, menetapkan domain yang dituju pada klien, metode/strategi yang akan
digunakan, menyiapkan bahan/materi pembelajaran, waktu dan tempat pemberian
promosi kesehatan, serta media dan alat yang dibutuhkan dalam kegiatan
pembelajaran klien. Lalu, berikut adalah langkah-langkah penyusunan perencanaan
pada promosi kesehatan:
1) Mengidentifikasi
tujuan kesehatan dan perubahan perilaku: klien memilih prioritas kesehatannya
2) Mengidentifikasi
perilaku klien terhadap kesehatan
3) Menyusun
rencana perubahan perilaku: dikaji ketidakkonsistensian klien terhadap perilaku
4) Mengulang
pertanyaan tentang manfaat perubahan: untuk menjadikan klien termotivasi dalam
perubahan kesehatan
5) Membahas
pendukung dan kendala lingkungan: meningkatkan motivasi positif
6) Menentukan
kerangka waktu untuk implementasi
7) Komitmen
terhadap tujuan perubahan perilaku: secara verbal dengan kontrak tertulis
4. Implementasi
Pada
tahap ini, perawat menjalankan perencanaan yang telah disusun.Dibutuhkan peran
klien untuk mencapai tujuan dari promosi kesehatan tersebut.Tanggung jawab
klien harus diselesaikan untuk mengimplementasikan rencana asuhan
keperawatan.Pada jenis klien masyarakat, promosi kesehatan dilakukan dengan
pemberdayaan keluarga melalui dasawisma, yang didukung oleh bina suasana.
Pemberdayaan ini melalui individu yang datang berkunjung ke fasilitas kesehatan
masyarakat seperti posyandu ataupun kader yang berkunjung ke lingkungan RT.
Sedangkan bina suasana dapat dilakukan dengan memanfaatkan media masa yang
tepat untuk masyarakat, misalnya koran online, spanduk, dll (Kemenkes RI,
2014).
5. Evaluasi
Tahap evaluasi pada kegiatan promosi kesehatan sama dengan tahap
evaluasi pada proses keperawatan pada umumnya. Hal yang harus diperhatikan pada
tahap ini ialah standar yang ditetapkan dari tujuan dan hasil, yang kemudian
dijadikan pedoman evaluasi pada kegiatan promosi kesehatan.Evaluasi
yang dilakukan meliputi tiga evalusi, yaitu evaluasi proses, evaluasi dampak,
dan evaluasi hasil. Pada evalusi proses dilihat faktor yang mempengaruhi
promosi kesehatan seperti faktor pedisposisi. Evaluasi dampak melihat dampak
yang ditimbulkan setelah dilaksanakan promosi kesehatan baik dari perilaku dan
kebiasaan masyarakat maupun lingkungan. Terakhir, evaluasi hasil akan terlihat
kulitas hidup pada klien (Maulana, H. D. J. 2007).
K.
Peran Perawat dalam Promosi Kesehatan
Peran perawat dalam praktik profesi
memiliki beberapa elemen diantaranya adalah kordinator, kolaborator, pembaharu,
peneliti, advokat, konsultan, pendidik, pelaksana, konselor, komunikator dan
fasilitator (Allender, Rector, & Warner, 2014).
a.
Peran perawat sebagai coordinator
Perawat komunitas memiliki peran
dalam mengatur pelayanan kesehatan. Sebagai kordinator perawat mengkaji
arah administrasi yang menuju pada pencapaian tujuan spesifik dari hasil
assessment kebutuhan klien, merencanakan dan mengatur kebutuhan klien, mengarahkan
dan memimpin agar tujuan tersebut dapat tercapai, terakhir, mengontrol dan
mengevaluasi progress untuk meyakini bahwa target telah tercapai. Selain itu
juga perawat berfungsi sebagai kordinator ketika mengawasi perawatan klien,
mengawasi tenaga kesehatan lain yang mendukung kesembuhan klien, menjalankan
praktik klinis atau melakukan assessment untuk kebutuhan kesehatan masyarakat.
b.
Peran perawat sebagai kolaborator
Semua orang di tim memiliki
kontribusi penting dan unik untuk membuat untuk upaya pelayanan kesehatan.
Perawat komunitas memerlukan keterampilan dalam berkomunikasi, dalam
menafsirkan kontribusi yang unik perawat ke tim, dan dalam bertindak tegas
sebagai mitra sejajar. Peran kolaborator mungkin juga melibatkan berfungsi
sebagai konsultan.
c.
Peran perawat sebagai educator
Peran
sebagai edukator merupakan salah satu peran penting yang dimiliki oleh perawat
komunitas (Allender, Rector, Warner, 2014).Perawat sebagai pendidik memiliki
tujuan untuk melakukan promosi kesehatan.Beberapa peran perawat sebagai
edukator mencakup fasilitator perubahan, kontraktor, organisator, dan
evaluator.
d.
Peran perawat sebagai fasilitator
Peran
perawat komunitas sebagai fasilitator yang paling signifikan melibatkan
membantu masyarakat dan kelompok dengan berbagi pandangan untuk mencapai suatu
kesepakatan agar mereka dapat menemukan titik tengah untuk menyelesaikan
permasalahan serta membawa perubahan positif dan meredakan permasalahan
kesehatan spesifik pada komunitas (Lundy & Janes, 2009).
e.
Peran perawat sebagai
konselor
Peran
perawat konselor merupakan perawat sebagai tempat untuk konsultasi bagi pasien,
keluarga dan masyarakat dalam mengatasi masalah kesehatan yang dialami
klien.Peran ini dilakukan oleh perawat sesuai dengan permintaan klien
(Kusnanto, 2004).
f. Peran
perawat sebagai caregiver
Menjadi seorang caregiver dalam sebuah komunitas, berarti
perawat memastikan bahwa pelayanan kesehatan bukan hanya tersedia secara
individual atau keluarga, tetapi juga dalam tingkat kelompok atau populasi.
g.
Peran perawat sebagai advocator
Peran perawat advocator yaitu sebagai Isu mengenai hak klien sangat penting dalam pelayanan kesehatan.
Setiap klien memiliki hak untuk mendapatkan pelayanan yang bijak, adil, dan
manusiawi.sebagai advokator hak klien yang mewakili klien agar hak mereka dapat
terpenuhi.
h.
Peran
perawat sebagai pembawa perubahan
Peran
sebagai pembaharu dapat dilakukan dengan mengadakan perencanaan, kerja sama
pembaharu yang sistematis, dan terarah sesuai dengan metode pemperian
pelayanan keperawatan Seorang perawat di
harapkan dapat menjadi pembaharu dalam ilmu keperawatan karena ia memiliki kreativitas, inisiatif, dan cepat tanggap
terhadap rangsangan dari lingkungannya.
Kegiatan ini dapat di peroleh melalui kegiatan riset atau penelitian.
Daftar Pustaka
Ahmad,
Kholid. (2014). Promosi kesehatan.
Jakarta: Raja Grafindo.
Barker, S. (2007).Vital notes for nurses: psychology. Hoboken: Blackwell Publishing
Ltd.
Canadian Public Health
Association.(2010). Public Health -
Community Health Nursing Practice in Canda, Roles and Activities. Ottawa:
Canadian Public Health Association.
Ivanove, Louise. (2008). Public Health Nursing:
Leadership, Policy & Practice. USA: Delmar Cengage Learning, Inc.
All Rights Reserved.
Khalid, A. (2012). Promosi Kesehatan : Dengan Pendekatan Teori Perilaku, Media dan
Aplikasinya untuk Mahasiswa dan Praktisi Kesehatan. Jakarta :Raja Grafindo.
Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia.(2014).
Pusat Promosi Kesehatan.Jakarta.
Diakses dari http://promkes.depkes.go.id/
KEMENKES RI Nomor: 585/MENKES/SK/V/2007 tentang Pedoman Pelaksanaan Promosi
Kesehatan di Puskesmas
Kozier, B., Erb., Berman, A. &
Snyder, J.S. (2015). Fundamental of
nursing: vol 1 / Berman (and 10 others).Third edition.
Australia: Pearson Education, Inc.
Maulana, H. D. (2009). Promosi
Kesehatan. Jakarta : Penerbiit Buku Kedokteran EGC.
Notoatmodjo, S. (2012).Promosi
kesehatan dan perilaku kesehatan. Jakarta: Rineka cipta.
Piper, S. (2009).Health promotion for nurses: theory and practice. New York: Taylor
& Francis Group
Tidak ada komentar:
Posting Komentar