Selasa, 02 Juni 2020

LAPORAN PENDAHULUAN PROMOSI KESEHATAN


LAPORAN PENDAHULUAN
PROMOSI KESEHATAN

DiajukanUntukMemenuhi Salah SatuTugas
DepartemenKeperawatanKomunitasKeluargadanGerontik
Program ProfesiNers A.XV

Description: Description: logo STIKes.jpg


DisusunOleh :
RISNAWATI, S.Kep
NIM : 4012200021


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BINA PUTERABANJAR
PROGRAM STUDI NERS ANGKATAN KE-15
TAHUN AKADEMIK 2019-2020

Jl. MayjenLiliKusumah-Sumanding Wetan No. 33 Kota Banjar
Tlp (0265) 741100 Fax (0265) 744043






LAPORAN PENDAHULUAN
PROMOSI KESEHATAN

A.           Definisi Promosi Kesehatan
Promosi kesehatan adalahupaya meningkatkan kemampuan masyarakat melalui pembelajaran dari, oleh, untuk, dan bersama masyarakat, agar mereka dapat mandiri menolong diri sendiri, serta mengembangkan kegiatan yang bersumber daya masyarakat sesuai dengan kondisi sosial budaya setempat dan didukung oleh kebijakan publik yang berwawasan kesehatan (Depkes RI, 2007).

B.            Tujuan Promosi Kesehatan
Tujuan promosi kesehatan dibagi menjadi tiga tingkatan, menurut (Ahmad, 2014), yaitu berdasarkan program, pendidikan dan perilakunya. Tujuan program (jangka panjang) meliputi refleksi dari fase sosial dan epidemiologi berupa pernyataan mengenai hal-hal yang akan dicapai dalam periode tertentu yang berhubungan dengan status kesehatan. Tujuan pendidikan (jangka menengah) merupakan pembelajaran yang harus dicapai agar perilaku yang diinginkan dalam mengatasi masalah kesehatan dapat tercapai(Green dalam Ahmad, 2014). Sementara, tujuan perilaku (jangka pendek) merupakan gambaran perilaku yang akan dicapai dalam mengatasi masalah kesehatan yang berhubungan dengan pengetahuan, sikap dan tindakan.

C.           Visi dan Misi Promosi Kesehatan
Promosi kesehatan memiliki visi dan misi tertentu.Visi promosi kesehatan membahas mengenai pembangunan kesehatan Indonesia yang diatur dalam UU Kesehatan No. 23 Tahun 1992.Isi dari visi tersebut yaitu meningkatnya kemampuan masyarakat untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan, baik fisik, mental dan sosial sehingga masyarakat dapat produktif secara ekonomi maupun sosial (Notoatmodjo, 2012).Visi lainnya yaitu menerapkan pendidikan kesehatan pada program-program kesehatan, baik pemberantasan penyakit menular, sanitasi lingkungan, gizi masyarakat, pelayanan kesehatan, maupun program kesehatan lainnya.
Sedangkan misi promosi kesehatan ialah terkait upaya pencapaian suatu visi, di antaranya yaitu advokasi, mediasi dan kemampuan atau keterampilan.Advokasi merupakan kegiatan terencana yang ditujukan kepada para penentu kebijakan untuk mempengaruhi para pembuat keputusan bahwa program kesehatan yang ditawarkan perlu mendapat dukungan melalui suatu keputusan (Notoatmodjo, 2012).Mediasi (penghubung) berarti pelaksanaan promosi kesehatan perlu menjalin kemitraan dengan berbagai program yang berkaitan dengan kesehatan.Kemampuan (enable) berarti masyarakat diberikan suatu keterampilan agar mampu memelihara dan meningkatkan kesehatannya secara mandiri.

D.           Sasaran Promosi Kesehatan
Pelaksanaan promosi kesehatan ditujukan kepada sasaran yang telah disesuaikan. Sasaran dalam promosi kesehatan terbagi menjadi tiga jenis, yaitu (Kementerian Kesehatan, 2011):
1.    Sasaran primer upaya promosi kesehatan adalah pasien, individu sehat dan keluarga atau rumah tangga yang diharapkan dapat mengubah perilaku, misalnya mengubah perilaku hidup tidak bersih dan tidak sehat menjadi perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS).
2.    Sasaran sekunder upaya promosi kesehatan yaitu para pemuka masyarakat baik pemuka informal seperti pemuka adat dan pemuka agama, maupun pemuka formal seperti petugas kesehatan dan pejabat pemerintahan, serta organisasi kemasyarakatan dan media massa yang diharapkan dapat turut serta dalam upaya peningkatan PHBS pasien, individu sehat dan keluarga.
3.    Sasaran tersier adalah para pembuat kebijakan publik berupa peraturan perundang-undangan di bidang kesehatan, bidang lainnya yang berkaitan dan pihak yang memfasilitasi sumber daya.

E.            Ruang Lingkup dan Konsep Dasar Promosi Kesehatan
Ruang lingkup promosi kesehatan secara sederhana menurut (Notoatmodjo, 2010) mencakup pendidikan kesehatan yang menekankan pada perubahan perilaku, pemasaran sosial yang menekankan pada pengenalan produk melalui kampanye, penyuluhan yang menekankan pada penyebaran informasi, upaya promotif yang menekankan pada upaya pemeliharaan dan peningkatan kesehatan, upaya advokasi untuk mempengaruhi pihak lain dalam mengembangkan kebijakan, pengorganisasian, pengembangan, pergerakan dan pemberdayaan masyarakat.
Berdasarkan definisi promosi kesehatan yang merupakan proses yang memungkinkan orang untuk meningkatkan kontrol atas status kesehatan mereka, untuk itu kesehatan tidak hanya dipandang sebagai tujuan hidup melainkan juga dipandang sebagai sumber daya bagi kehidupan sehari-hari karena kesehatan merupakan konsep positif menekankan sumber daya sosial dan pribadi, serta kemampuan fisik.

F.            Tingkat Program Promosi Kesehatan
Program promosi kesehatan memiliki tiga tingkat, yaitu (Barker, 2007):
1.    Promosi Kesehatanprimer cenderung berfokus pada orang-orang yang sehat dan berfokus pada sekitar layanan seperti klinik untuk wanita, klinik bayi, pesan seks yang aman, imunisasi anak (Barker, 2007). Tugas promosi kesehatan tingkat ini seperti pencegahan yang bertujuan untuk mencegah penyakit dan cedera, meningkatkan homeostasis biologis, dan self-regulation tubuh dengan menyebarluaskan informasi kesehatan dengan selektif yang berasal dari medis yang berkaitan dengan individu tentang faktor risiko dan tindakan pencegahan yang terkait (Piper, 2009).
2.    Promosi kesehatan sekunder berfokus pada orang-orang yang sudah sakit dan perawat dalam situasi ini akan berusaha untuk membantu orang kembali ke keadaan sehat (Barker, 2007). Tujuan dari manajemen diri pasien yang memiliki cedera atau penyakit adalah untuk memaksimalkan peluang pemulihan secara penuh, pemulihan fungsi dan untukmeminimalkan risiko terjadinya komplikasi atau munculnya kembali penyakit (Piper, 2009).
3.    Promosi kesehatan pencegahan tersier berfokus pada situasi di mana seorang pasien atau klien memiliki masalah kesehatan yang sedang berlangsung atau cacat, misalnya pada orang yang memiliki kanker yang agresif, mereka dapat ditawarkan perawatan paliatif untuk meningkatkan kualitas hidup mereka dan menjadi sejahtera sebagai bentuk promosi kesehatan (Piper, 2009; Barker, 2007).

G.           Model Promosi Kesehatan
Kesehatan merupakan hasil interaksi berbagai faktor, baik faktor internal (fisik dan psikis) maupun faktor eksternal (sosial, budaya, lingkungan fisik, politik, ekonomi seta pendidikan). Hal tersebut dapat menjadi latar belakang  dikembangkannya model-model kesehatan. Model-model promosi kesehatan tersebut di antaranya adalah sebagai berikut :
1.    Health Belief Model (HBM), merupakan model kognitif, yang digunakan untuk meramalkan perilaku  peningkatan kesehatan yang digunakan untuk menjelaskan kegagalan partisipasi masyarakat secara luas dalam program pencegahan atau deteksi penyakit. Menurut HBM, kemungkinan seseorang melakukan tindakan pencegahan dipengaruhi oleh keyakinan dan penilaian kesehatan (Maulana,  2009) yang di pengaruhi oleh :
a.    Ancaman yang dirasakan dari sakit atau luka (perceived threat of injury or illness). Hal ini berkaitan dengan sejauh mana seseorang berpikir bahwa penyakit atau kesakitan betul-betul merupakan ancaman bagi dirinya. Oleh karena itu, jika ancaman yang dirasakan meningkat, perilaku pencegahan juga akan meningkat.
b.    Keuntungan dan kerugian (benefits and costs). Pertimbangkan antara keuntungan dan kerugian perilaku untuk memutuskan melakukan tindakan pencegahan atau tidak.
c.    Petunjuk berperilaku. Petunjuk berperilaku disebut sebagai keyakinan terhadap posisi yang menonjol. Hal ini berupa berbagai informasi dari luar atau nasihat mengenai permasalah kesehatan (misalnya media massa, kampanye, nasihat orang lain, penyakit dari anggota keluarga yang lain atau teman).
HBM memiliki fungsi sebagai model pencegahan atau preventif (Stanley & Maddux; 1986 dalam Community Health Nursing, 2010). 6 komponen dari HBM ini, yaitu :
1.    Perceived Susceptibility (kerentanan yang dirasakan). Contohnya seseorang percaya kalau semua orang berpotensi terkena kanker.
2.    Perceived Severity (bahaya/kesakitan yang dirasakan). Contohnya individu percaya kalau merokok dapat menyebabkan kanker. 
3.    Perceived Benefits (manfaat yang dirasakan dari tindakan yang diambil).Contohnya melakukan perilaku sehat seperti medical check up rutin selain itu kalau tidak merokok, dia tidak akan terkena kanker.
4.    Perceived Barriers (hambatan yang dirasakan akan tindakan yang diambil).Contohnya kalau tidak merokok tidak enak, mulut terasa asam. 
5.    Cues to Action (isyarat untuk melakukan tindakan).Saran dokter atau rekomendasi menjadi cues to action untuk bertindak dalam konteks berhenti merokok.
6.    Self Efficacy. Merasa percaya diri dengan perilaku sehat yang dilakukan
2.    Theory of  Reasoned Action (TRA), digunakan dalam berbagai perilaku manusia, khususnya berkaitan dengan masalah sosiopsikologis, kemudian berkembang dan banyak digunakan untuk menentukan faktor-faktor yang berkaitan dengan perilaku kesehatan. (Maulana, 2009) Teori ini menghubungkan antara keyakinan (beliefs),sikap (attitude), kehendak (intention), dan perilaku.. TRA Merupakan model untuk meramalkan perilaku preventif dan telah digunakan dalam berbagai jenis perilaku sehat yang berlainan, seperti pengaturan penggunaan substanti terterntu (merokok, alcohol, dan narkotik), perilaku makan dan pengaturan makan, pencegahan AIDS dan penggunaan kondom dll.  (Maulana, 2009)      
·      Keuntungan TRA. Teori TRA pegangan untuk menganalisis komponen perilaku dalam item yang operasional.  Fokus sasaran prediksi dan pengertian perilaku yang dapat diamati secara langsung dan berada dalam kendali seseorang, artinya perilaku sasaran harus diseleksi dan diidentifikasi secara jelas.
·      Kelemahan TRA. Kelemahan TRA adalah tidak mempertimbangkan pengalaman sebelumnya dengan perilaku dan mengabaikan akibat-akibat jelas dari variable eksternal terhadap pemenuhan  intensi perilaku.
3.    Transteoritikal Model (TTM), adalah kerelaan individu untuk berubah, yaitu  merubah perilaku yang tidak sehat menjadi sehat, dan yang sehat menjadi lebih sehat lagi. Terbagi menjadi 5 tahap yaitu :
1)   Pre-contemplation. Individu tidak mengetahui adanya masalah dan tidak memikirkan adanya perubahan.
2)   Contemplation.Individu berfikir tentang perubahan di masa yang akan datang dengan cara memberi dukungan dan motivasi.
3)   Decission/ determination. Membuat rencana perubahan namun butuh bantuan dalam mengembangkan dan mengatur tujuan dan rencana tindakan.
4)   Action. Implementasi dari rencana dan tindakan spesifik dapat dibantu dengan diberikannya umpan balik dan dukungan sosial.
5)   Maintenance. Individu dapat menunjukan tindakan yang ideal dan mampu mengulangi tindakan yang direkomendasikan secara berkala.
4.    PRECEDE dan PROCEED Model.
Model ini dikembangkan untuk diagnosis mengenai pendidikan mulai dari kebutuhan pendidikan sampaipengembangan program. PRECEDE merupakan kependekandari Predisposing, Reinforcing, and Enable Causes in Educational Diagnosis and Evaluation. Terdapat tujuh tahap dalam merumuskan diagnosis dalam model ini, yaitu: diagnosis sosial, diagnosis epidemologi, diagnosis perilaku dan lingkungan, diagnosis pendidikan. Perawat dapat mengembangkan pernyataan diagnosa yang menggambarkan pendidikan apa yang dibutuhkan oleh klien (Ivanov & Blue, 2008).
PROCEED yang merupakan kependekan dari Policy, Regulatory, and Organizational Construct for Educational and Enviromental Development digunakan untuk merencanakan, mengimplementasi, dan mengevaluasi dalam program pendidikan kesehatan. Model ini terdiri dari empat tahap implementasi, proses, dampak, dan evaluasi hasil dari proses pendidikan (Ivanov & Blue,  2008).
Fokus model ini adalah mempengaruhi individu, kelompok dan masyarakat untuk berperilaku sehat dalam diagnosa, pendidikan dan evaluasi. Green & Kreuter (2005) dalam Saifah (2011) mendefinisikan bahwa terdapat tiga faktor yang dapat digunakan dalam menginvestigasi perilaku yang berkontribusi terhadap status kesehatan, yaitu :
a.    Faktor predisposisi (predisposing factor
b.    Faktor pemungkin (enabling factor
c.    Faktor penguat (reinforcing factor

H.           Peran Kebijakan Nasional dalam Promosi Kesehatan
Di dalam promosi kesehatan, ada keterlibatan tiap-tiap sektor dalam membuat hingga menjalankan kebijakan.Dinas kesehatan provinsi mengembangkan, mengkoordinasi dan memfasilitasi promosi kesehatan, kabupaten/kota memperkuat pemberdayaan masyarakat oleh kabupaten/kota bina suasana dan advokasi tingkat provinsi. Pemerintah membuat program kegiatan sesuai masalah kesehatan yang ada di dinas kesehatan provinsi, sementara pemerintahan tingkat pusat mempromosikan kesehatan, mengembangkan kebijakan nasional, menjadi pedoman dan standar fasilitas serta koordinasi promosi kesehatan daerah bina suasana dan advokasi tingkat nasional. Promosi kesehatan di daerah dikembangkan dari kebijakan nasional dan pedoman standar promosi kesehatan yang didukung adanya fasilitas koordinasi promosi kesehatan dari pemerintah pusat dan daerah dengan adanya bina suasana dan advokasi.Kebijakan yang mengatur tentang promosi kesehatan adalah Permenkes dan Kepmenkes.


a.    Peran Tingkat Pusat
Ada 2 unit utama di tingkat Pusat yang terkait dalam Promosi Kesehatan, yaitu:
1.    Pusat Promosi Kesehatan
2.    Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan
Pengelolaan promosi kesehatan khususnya terkait program Pamsimas di tingkat Pusat perlu mengembangkan tugas dan juga tanggung jawabnya antara lain :
1.    Mengembangkan dan meningkatkan kapasitas sumber daya manusia yang terkait dengan kegiatan promosi kesehatan secara nasional
2.    Mengkaji metode dan teknik-teknik promosi kesehatan yang effektif untuk pengembangan model promosi kesehatan di daerah
3.    Mengkoordinasikan dan mengsinkronisasikan pengelolaan promosi kesehatan di tingkat pusat
4.    Menggalang kemitraan dengan berbagai pemangku kepentingan lain yang terkait
5.    Melaksanakan kampanye kesehatan terkait Pamsimas secara nasional
6.    Bimbingan teknis, fasilitasi, monitoring dan evaluasi.
b.    Peran Tingkat Propinsi
Sebagai unit yang berada dibawah naungan tingkat pusat, maka peran tingkat Provinsi, khususnya kegiatan yang diselenggrakan oleh Dinas Kesehatan Provinsi antara lain sebagai berikut:
1.    Menjabarkan kebijakan promosi kesehatan nasional menjadi kebijakan promosi kesehatan local (provinsi) untuk mendukung penyelenggaraan promosi kesehatan dalam wilayah kerja Pamsimas
2.    Meningkatkan kemampuan Kabupaten/Kota dalam penyelenggaraan promosi kesehatan, terutama dibidang penggerakan dan pemberdayaan masyarakat agar mampu ber-PHBS.
3.    Membangun suasana yang kondusif dalam upaya melakukan pemberdayaan masyarakat untuk berperilaku hidup bersih dan sehat pada level provinsi
4.    Menggalang dukungan dan meningkatkan kemitraan dari berbagai pihak serta mengintegrasikan penyelenggaraan promosi kesehatan dengan lintas program dan lintas sektor terkait dalam pencapaian PHBS dalam level Provinsi
c.    Peran Tingkat Kabupaten
Promosi Kesehatan yang diselenggarakan di tingkat Kabupaten, khususnya yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, dapat mencakup hal-hal sebagai berikut :
1.    Meningkatkan kemampuan Puskesmas, dan sarana kesehatan lainnya dalam penyelenggaraan promosi kesehatan, terutama dibidang penggerakan dan pemberdayaan masyarakat agar mampu ber-PHBS.
2.    Meningkatkan kemampuan masyarakat untuk mengembangkan kegiatan yang bersumberdaya masyarakat, sesuai sosial budaya setempat
3.    Membangun suasana yang kondusif dalam upaya melakukan pemberdayaan masyarakat untuk berperilaku hidup bersih dan sehat.
4.    Menggalang dukungan dan meningkatkan kemitraan dari berbagai pihak serta mengintegrasikan penyelenggaraan promosi kesehatan dengan lintas program dan lintas sektor terkait dalam pencapaian PHBS.
Kesehatan adalah penyelenggaraan upaya kesehatan oleh bangsa Indonesia, untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuanhidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat setinggi-tingginya. Wujud upaya kesehatan tersebut dikelompokkan menjadi 2 kategori, yaitu :
1)   Upaya kesehatan wajib, yang ditetapkan berdasarkan komitmen nasional, regional, global, serta memiliki daya ungkit tinggi untuk peningkatan derajat kesehatan masyarakat meliputi :
·      promosi kesehatan
·      kesehatan lingkungan, kesehatan ibu dan anak serta keluarga berencana
·      perbaikan diri masyarakat, pencegaham dan pemberantasan penyakit menular
·      pengobatan
2)   Upaya kesehatan pengembangan, adalah upaya yang ditetapkan berdasarkan permasalahan kesehatan yang ditemukan di masyarakat serta disesuaikan dengan kemampuan sektor pelayanan kesehatanyang terkait.
.
I.              Media Promosi Kesehatan
Pelaksanaan promosi kesehatan membutuhkan media yang dapat memudahkan aktivitas promosi kesehatan terutama pada saat pendidik (sumber) tidak dapat bertemu langsung dengan sasaran. Adapun jenis – jenis media pembelajaran menurut (Kholid, A., 2012) yaitu:
1.    Media visual seperti grafik, diagram, chart, bagan, poster, kartun dan komik
2.    Media auditif seperti radio, tape recorder, laboratorium bahasa, dan sejenisnya
3.    Projected still media seperti slide, over head projector, in focus dan sejenisnya
4.    Projected motion media seperti film, televise, video, computer dan sejenisnya.
Kriteria yang harus diperhatikan dalam memilih media pembelajaran menurut (Kholid, A., 2012) yaitu:
1.    Sesuai dengan tujuan atau standar kompetensi yang ingin dicapai.
2.    Tepat untuk mendukung isi pelajaran yang sifatnya fakta, konsep, prinsip dan generalisasi
3.    Praktis, luwes dan bertahan
4.    Memperhatikan pengelompokan sasaran.
5.    Penyaji terampil dalam menggunakan media.

J.             Tahapan dan Intervensi Promosi Kesehatan
Tahapan pemberian promosi kesehatan dibagi menjadi 5 langkah, yaitu tahap pengkajian, diagnosis, perencanaan, implementasi, dan evaluasi (Kozier, 2012).
1.    Pengkajian
Tahap pertama dalam promosi kesehatan adalah mengkaji tentang apa yang dibutuhkan oleh klien untuk mencapai tujuan hidup sehat. Pengkajian bertujuan untuk menentukan kebutuhan dan masalah kesehatan klien.Berikut adalah beberapa hal yang harus dikaji sesuai dengan jenis klien.
a.    Pengkajian pada klien: individu
1)   Riwayat keperawatan
2)   Identitas klien
3)   Pemeriksaan fisik
4)   Gaya hidup
5)   Risiko kesehatan
6)   Budaya dan spiritual klien
7)   Tekanan hidup
b.    Pengkajian pada klien: keuarga
1)   Identitas anggota keluarga (jumlah anggota keluarga, agama, usia, pekerjaan, tingkat pendidikan, penghasilan, dll)
2)   Lingkungan tempat tinggal keluarga
3)   Suku atau budaya klien
4)   Nilai dan norma keluarga
5)   Riwayat kesehatan anggota keluarga
6)   Pengkajian fisik anggota keluarga
c.    Pengkajian pada klien: masyarakat
Berikut adalah hal apa saja yang perlu dikaji dimasyakarakat sebelum memberikan promosi kesehatan menurut E.T. Anderson dan J. McFarlane (2007) dalam Kozier, B., Erb., A.J. & Snyder (2012):
Hal yang dikaji
Keterangan
Lingkungan fisik
Mempertimbangkan batas-batas alam dan kepadatan penduduk, tempat tinggal, dan kejadian kejahatan yang terjadi
Pendidikan
Pertimbangkan fasilitas pendidikan baik dari segi kualitas maupun kuantitas
Keselamatan dan tranportasi
Pertimbangkan pelayanan keamanan seperti polisi, pertimbangkan sanitasi air dan sumber air, kualitas udara, layanan pembungan sampah, dan ketersediaan dan kemanan transportasi umum serta ketersediaan ambulan
Kesehatan dan jasa social
Pertimbangkan pelayanan kesehatan yang tersedia, jumlah kejadian sakit akibat berbagai penyakit, jumlah kematian, jumlah ibu hamil, bayi, dan balita, cakupan upaya kesehatan, dan jumlah kader kesehatan
Komunikasi
Petimbangkan alat dan media komunikasi yang digunakan, seperti Koran lokal, radio, TV, akses internet, forum public, ataupun papan bulletin informal
Ekonomi
Pertimbangkan presentase penduduk yang bekerja dan atau bersekolah, tingkat pendapatan, program kesehatan kerja, dan industry yang tersedia
Rekreasi
Pertimbangkan fasilitas rekreasi di masyarakat
Informasi yang terkandung pada kegiatan pengkajian ini merupakan dasar untuk menetapkan proses asuhan keperawatan yang harus dilakukan selanjutnya (Kozier, 2012).
2.    Diagnosis
Pada tahap ini, perawat menetapkan masalah keperawatan pada klien berdasarkan hasil dari pengkaijan yang sudah dianalisa.Diagnosis keperawatan yang berkaitan dengan promosi kesehatan adalah diagnosis sejahtera.Tujuan dari diagnosis tersebut adalah meningkatkan kesejarhteraan klien tanpa menunjukan adanya masalah.Contoh diagnosis sejahtera seperti, keseiapan meningkatkan kesejahteraan spiritual, kesiapan meningkatkan koping, kesiapan meningkatkan pengetahuan.
3.    Perencanaan
Tahap perencanaan penting untuk memastikan bahwa promosi kesehatan yang dilakukan benar-benar terfokus pada kebutuhan belajar klien yang sesuai dengan tujuan/goal yang ditetapkan. Hal-hal yang perlu diidentifikasi pada proses perencanaan ialah: Menetapkan tujuan, kebutuhan dan prioritas pembelajaran klien, menetapkan domain yang dituju pada klien, metode/strategi yang akan digunakan, menyiapkan bahan/materi pembelajaran, waktu dan tempat pemberian promosi kesehatan, serta media dan alat yang dibutuhkan dalam kegiatan pembelajaran klien. Lalu, berikut adalah langkah-langkah penyusunan perencanaan pada promosi kesehatan:
1)   Mengidentifikasi tujuan kesehatan dan perubahan perilaku: klien memilih prioritas kesehatannya
2)   Mengidentifikasi perilaku klien terhadap kesehatan
3)   Menyusun rencana perubahan perilaku: dikaji ketidakkonsistensian klien terhadap perilaku
4)   Mengulang pertanyaan tentang manfaat perubahan: untuk menjadikan klien termotivasi dalam perubahan kesehatan
5)   Membahas pendukung dan kendala lingkungan: meningkatkan motivasi positif
6)   Menentukan kerangka waktu untuk implementasi
7)   Komitmen terhadap tujuan perubahan perilaku: secara verbal dengan kontrak tertulis
4.    Implementasi
Pada tahap ini, perawat menjalankan perencanaan yang telah disusun.Dibutuhkan peran klien untuk mencapai tujuan dari promosi kesehatan tersebut.Tanggung jawab klien harus diselesaikan untuk mengimplementasikan rencana asuhan keperawatan.Pada jenis klien masyarakat, promosi kesehatan dilakukan dengan pemberdayaan keluarga melalui dasawisma, yang didukung oleh bina suasana. Pemberdayaan ini melalui individu yang datang berkunjung ke fasilitas kesehatan masyarakat seperti posyandu ataupun kader yang berkunjung ke lingkungan RT. Sedangkan bina suasana dapat dilakukan dengan memanfaatkan media masa yang tepat untuk masyarakat, misalnya koran online, spanduk, dll (Kemenkes RI, 2014).
5.    Evaluasi
Tahap evaluasi pada kegiatan promosi kesehatan sama dengan tahap evaluasi pada proses keperawatan pada umumnya. Hal yang harus diperhatikan pada tahap ini ialah standar yang ditetapkan dari tujuan dan hasil, yang kemudian dijadikan pedoman evaluasi pada kegiatan promosi kesehatan.Evaluasi yang dilakukan meliputi tiga evalusi, yaitu evaluasi proses, evaluasi dampak, dan evaluasi hasil. Pada evalusi proses dilihat faktor yang mempengaruhi promosi kesehatan seperti faktor pedisposisi. Evaluasi dampak melihat dampak yang ditimbulkan setelah dilaksanakan promosi kesehatan baik dari perilaku dan kebiasaan masyarakat maupun lingkungan. Terakhir, evaluasi hasil akan terlihat kulitas hidup pada klien (Maulana, H. D. J. 2007).

K.           Peran Perawat dalam Promosi Kesehatan
Peran perawat dalam praktik profesi memiliki beberapa elemen diantaranya adalah kordinator, kolaborator, pembaharu, peneliti, advokat, konsultan, pendidik, pelaksana, konselor, komunikator dan fasilitator (Allender, Rector, & Warner, 2014).
a.    Peran perawat sebagai coordinator
Perawat komunitas memiliki peran dalam mengatur pelayanan kesehatan. Sebagai kordinator perawat mengkaji  arah administrasi yang menuju pada pencapaian tujuan spesifik dari hasil assessment kebutuhan klien, merencanakan dan mengatur kebutuhan klien, mengarahkan dan memimpin agar tujuan tersebut dapat tercapai, terakhir, mengontrol dan mengevaluasi progress untuk meyakini bahwa target telah tercapai. Selain itu juga perawat berfungsi sebagai kordinator ketika mengawasi perawatan klien, mengawasi tenaga kesehatan lain yang mendukung kesembuhan klien, menjalankan praktik klinis atau melakukan assessment untuk kebutuhan kesehatan masyarakat.
b.    Peran perawat sebagai kolaborator
Semua orang di tim memiliki kontribusi penting dan unik untuk membuat untuk upaya pelayanan kesehatan. Perawat komunitas memerlukan keterampilan dalam berkomunikasi, dalam menafsirkan kontribusi yang unik perawat ke tim, dan dalam bertindak tegas sebagai mitra sejajar. Peran kolaborator mungkin juga melibatkan berfungsi sebagai konsultan.
c.    Peran perawat sebagai educator
Peran sebagai edukator merupakan salah satu peran penting yang dimiliki oleh perawat komunitas (Allender, Rector, Warner, 2014).Perawat sebagai pendidik memiliki tujuan untuk melakukan promosi kesehatan.Beberapa peran perawat sebagai edukator mencakup fasilitator perubahan, kontraktor, organisator, dan evaluator.
d.   Peran perawat sebagai fasilitator
Peran perawat komunitas sebagai fasilitator yang paling signifikan melibatkan membantu masyarakat dan kelompok dengan berbagi pandangan untuk mencapai suatu kesepakatan agar mereka dapat menemukan titik tengah untuk menyelesaikan permasalahan serta membawa perubahan positif dan meredakan permasalahan kesehatan spesifik pada komunitas (Lundy & Janes, 2009).
e.    Peran perawat sebagai konselor
Peran perawat konselor merupakan perawat sebagai tempat untuk konsultasi bagi pasien, keluarga dan masyarakat dalam mengatasi masalah kesehatan yang dialami klien.Peran ini dilakukan oleh perawat sesuai dengan permintaan klien (Kusnanto, 2004).


f.     Peran perawat sebagai caregiver
Menjadi seorang caregiver dalam sebuah komunitas, berarti perawat memastikan bahwa pelayanan kesehatan bukan hanya tersedia secara individual atau keluarga, tetapi juga dalam tingkat kelompok atau populasi.
g.    Peran perawat sebagai advocator
Peran perawat advocator yaitu sebagai Isu mengenai hak klien sangat penting dalam pelayanan kesehatan. Setiap klien memiliki hak untuk mendapatkan pelayanan yang bijak, adil, dan manusiawi.sebagai advokator hak klien yang mewakili klien agar hak mereka dapat terpenuhi.
h.    Peran perawat sebagai pembawa perubahan
Peran sebagai pembaharu dapat dilakukan dengan mengadakan perencanaan, kerja sama pembaharu yang sistematis, dan terarah sesuai dengan metode pemperian pelayanan  keperawatan Seorang perawat di harapkan dapat menjadi pembaharu dalam ilmu keperawatan karena ia memiliki  kreativitas, inisiatif, dan cepat tanggap terhadap rangsangan dari lingkungannya.  Kegiatan ini dapat di peroleh melalui kegiatan riset atau penelitian.
           












Daftar Pustaka

Ahmad, Kholid. (2014). Promosi kesehatan. Jakarta: Raja Grafindo.
Barker, S. (2007).Vital notes for nurses: psychology. Hoboken: Blackwell Publishing Ltd.
Canadian Public Health Association.(2010). Public Health - Community Health Nursing Practice in Canda, Roles and Activities. Ottawa: Canadian Public Health Association.
Ivanove, Louise. (2008). Public Health Nursing: Leadership, Policy & Practice. USA: Delmar Cengage Learning, Inc. All Rights Reserved.
Khalid, A. (2012). Promosi Kesehatan : Dengan Pendekatan Teori Perilaku, Media dan Aplikasinya untuk Mahasiswa dan Praktisi Kesehatan. Jakarta :Raja Grafindo.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.(2014). Pusat Promosi Kesehatan.Jakarta. Diakses dari http://promkes.depkes.go.id/
KEMENKES RI Nomor: 585/MENKES/SK/V/2007 tentang Pedoman Pelaksanaan Promosi Kesehatan di Puskesmas
Kozier, B., Erb., Berman, A. & Snyder, J.S. (2015). Fundamental of nursing:  vol  1 / Berman (and 10 others).Third edition. Australia: Pearson Education, Inc.
Maulana, H. D. (2009). Promosi Kesehatan. Jakarta : Penerbiit Buku Kedokteran EGC.
Notoatmodjo, S. (2012).Promosi kesehatan dan perilaku kesehatan. Jakarta: Rineka cipta.
Piper, S. (2009).Health promotion for nurses: theory and practice. New York: Taylor & Francis Group


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

LAPORAN PENDAHULUAN SYOK

  LAPORAN PENDAHULUAN SYOK       Diajukan untuk memenuhi tugas Program Profesi Ners angkatan XV DepartemenGawatDarurat&Kri...